Nasional

Indonesia Punya Peran Signifikan Atasi Konflik Timur Tengah

NU Online  ·  Senin, 7 Januari 2019 | 10:00 WIB

Indonesia Punya Peran Signifikan Atasi Konflik Timur Tengah

Foto: Ilustrasi (Ist.)

Jakarta, NU Online
Peresmian Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat peran diplomasi Indonesia akan lebih besar dalam upaya menciptakan perdamaian di dunia. Hal tersebut selaras dengan amanat UUD 1945, yakni dengan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

"Dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, di mana Indonesia tidak masuk dalam setiap blok kekuatan dunia, bebas menjalin kerja sama dengan negara manapun dan aktif dalam setiap upaya mewujudkan perdamaian di dunia, menjadikan posisi Indonesia netral dari setiap kepentingan negara-negara super power yang terlibat konflik," kata Sarah Hajar Mahmudah, pengamat Timur Tengah, Senin (7/1).

Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia memiliki posisi yang cukup signifikan di tengah banyaknya konflik yang terjadi di dunia Islam khususnya kawasan Timur Tengah. Terlebih dua kekuatan besar negara Islam yakni Iran dan Arab Saudi, justru saling bertikai.

"Maka Indonesia mempunyai peranan besar untuk diplomasi perdamaian khususnya di konflik dunia Islam. Indonesia sendiri dengan sangat tegas sejak dulu terus mendukung perdamaian dalam konflik Palestina," katanya.

Namun memang upaya mewujudkan perdamaian ini tidak mudah. Sarah melihat seringkali anggota tidak tetap dewan keamanan menghadapi tantangan dan perannya juga sangat dilematis.

Pasalnya, di satu sisi, Indonesia memiliki hak dan wewenang dalam hal memberikan masukan dalam penyusunan prosedur penyelesaian konflik hingga penegakan keputusannya, baik secara militer maupun dengan cara apapun. Akan tetapi, di sisi lain, lanjutnya, setiap usaha tersebut seringkali terhalang oleh kebijakan hak veto yang ada dimiliki lima anggota tetap dewan keamanan PBB.

"Karena ketika salah satu negara menggunakan hak veto dalam sebuah keputusan dewan keamanan, maka keputusan tersebut tidak bisa direalisasikan," ujar alumnus Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Sementara lima anggota tetap dewan keamanan tersebut, yakni Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Perancis, merupakan negara-negara super power. Mereka, lanjutnya, memiliki kepentingan dalam banyak konflik yang terjadi di dunia.(Syakir NF/Muhammad Faizin)