Indonesia Harus Daulat Pangan, Tolak Impor Beras
NU Online · Kamis, 2 Juni 2016 | 10:30 WIB
Indonesia harus berdaulat di bidang pangan. Harus swasembada beras sebagai bahan makanan pokok. Tidak boleh ada impor beras, bawang atau produk pertanian lain yang bisa dicukupi di dalam negeri. Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi penyangga pangan nasional menolak impor beras dan mendorong revitalisasi pertanian.
Demikian saripati pembahasan dalam Seminar Nasional Pemanfaatan Dana Desa, di Kampus Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) baru-baru ini.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ahmad Muqowwam yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut mengatakan, pemerintah harus mengubah kalimat “ketahanan pangan” menjadi “kedaulatan pangan”. Menurutnya, kalau hanya ketahanan pangan, itu asal sudah ada bahan makanan, berarti sudah tahan, tiada kelaparan. Namun itu masih memungkinkan cara impor.
“Yang benar adalah kedaulatan pangan. Berdaulat itu bermakna kekuatan sendiri. Tidak ada impor,” terang senator asal Jateng ini.
Secara khusus ia menyoroti anggaran desa yang saat ini besar sekali. Yaitu Rp128 triliun untuk 72.944 desa di Indonesia. Dana itu cukup untuk menata pertanian dan mengembangkan ekonomi desa agar tercapai kedaulatan pangan tersebut.
Menurut mantan anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan ini, dana yang jika dibagi per desa bernilai hingga Rp 2 miliar itu sangat patut untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui dana ini akan bisa diperbaiki sarana prasarana, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Selanjutnya, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Bapermades) Provinsi Jateng Tavip Supriyanto menyatakan, Pemprov Jateng tegas menolak impor beras. Juga tidak setuju adanya impor bawang merah.
Ia menerangkan, Gubernur Jateng bertekad melindungi para petani bawang di Brebes dan petani padi di Jateng yang telah menjadi andalan pangan nasional. Dengan adanya impor, kata dia, akan merugikan petani dan merusak ekonomi pedesaan.
“Kita butuh revitalitasi pertanian. Jateng menolak impor beras,” ujarnya yang datang mewakili Gubernur Jateng.
Terkait dana desa, Tavip menyebutkan, di tahun 2015 ada kendala pemanfaatannya. Yaitu mayoritas masih fokus pada pembangunan fisik alias infrastruktur umum seperti jalan lingkungan dan sarana air bersih. Yang mestinya prioritas dibangun, kata dia, adalah infrastuktur yang mendukung produktivitas ekonomi desa. Seperti irigasi, pasar desa, layanan kesehatan, dan pendidikan.
Hadir pula dalam seminar tersebut Guru Besar Fakultas Pertanian UNS Prof Dr Suprapti Supardi dan kurang lebih 500 peserta yang mayoritas dari perguruan tinggi di Semarang.
Suprapti dalam paparannya menyoroti Nilai Tukar Petani (NTP) yang rendah. Hal itu menurutnya disebabkan sempitnya lahan pertanian, rendahnya produksi, dan anjloknya harga saat panen.
Kucuran dana desa diharapkan mampu mendongkrak potensi desa yang jumlahnya mencapai puluhan ribu,” ujarnya. (Ichwan/Mahbib)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua