Nasional HARI SANTRI 2019

Hari Santri, Gus Mus Unggah Foto Kesukaannya

Sel, 22 Oktober 2019 | 22:00 WIB

Hari Santri, Gus Mus Unggah Foto Kesukaannya

Dari sebelah kiri: Gus Mus, Fahmi Saifuddin,dan Kiai Ali Maksum (Foto: NU Online/FB Gus Mus)

Jakarta, NU Online

Hari Santri menjadi momentum untuk membuka kenangan masa-masa menjadi santri. Tak terkecuali bagi seorang KH Ahmad Mustofa Bisri. Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengunggah fotonya bersama H Fahmi Saifuddin dan KH Ali Maksum.

 

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang. Di Hari Santri ini, aku unggah foto kenangan kesukaanku," tulisnya di paragraf pertama keterangan foto yang ia unggah di akun media sosialnya, Selasa (22/10).

 

Meskipun duduk sejajar, kiai yang juga penyair ini menyebut kedudukan setiap individu pada foto tersebut beda kelas. "Jangan salah. Mereka yang duduk sejajar sama rendah ini tidaklah satu 'klas'. Dari sudut ilmu, pengalaman, dan 'kedudukan' sangat berjenjang," katanya.

 

Gus Mus menyebut orang yang berada paling kiri, yaitu dirinya sendiri sebagai santri abadi. "Paling kiri adalah santri abadi yang tak kunjung jadi apa-apa atau siapa-siapa," katanya.

 

Sementara di tengah, yakni Fahmi Saifuddin disebutkan berderet jabatannya. Selain aktif ber-NU dengan menjadi Ketua PBNU 1984-1993, putra Kiai Saifuddin Zuhri itu juga merupakan seorang dokter plus doktor. "Yang di tengah adalah santri yang menjadi doktor dan dokter," tulis Gus Mus.

 

Fahmi juga disebut oleh Gus Mus sebagai seorang akademisi yang pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor Universitas Indonesia (UI) Bidang Riset dan Perpustakaan. Ia juga menyebut kakak dari Lukman Hakim Saifuddin itu sebagai dosen teladan tingkat I di kampusnya, UI, dan tingkat nasional tahun 1982.

 

Tak cukup di situ, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu juga mengatakan Fahmi merupakan seorang President The Asia Pacific Academic Consortium for Public Health tahun 1989-1990.

 

Saking banyaknya, Gus Mus sampai tidak lagi menyebutkannya. "Dan seabrek jabatan lain yang tak mungkin disebut semua di sini," catatnya.

 

Namun, hal yang lebih dari itu semua, menurutnya, adalah perhatian Sekjen PBNU era Gus Dur itu kepada sesama dan ketulusannya berkhidmah kepada mereka sungguh luar biasa. "Lahul Fãtihah," kata Gus Mus meminta pembaca mengirim hadiah al-Fatihah untuk sosok di tengah itu.

 

Sementara yang paling kanan adalah Rais Aam PBNU 1981-1984 KH Ali Maksum. Sosoknya yang kebapakan dan sederhana membuat para santrinya tak memanggilnya dengan sebutan kiai.

 

"Kiai yang tidak pernah dipanggil kiai oleh santri-santrinya, tapi --karena kebapakan dan kesederhanaan beliau-- mereka cukup hanya memanggil beliau: Pak Ali," tulisnya.

 

Penulis cerpen Gus Jakfar itu mengatakan bahwa putra Kiai Maksum Lasem tersebut mendidik santrinya dengan keteladanan. "Beliau yang mendidik kami, santri-santri, dengan keteladanan untuk menghargai sesama hamba Allah, siapa saja. Lihatlah foto ini, betapa tawaduk. Beliau bukan hanya kiai kami, waktu gambar ini diambil, beliau sedang mengemban 'jabatan' tertinggi di NU sebagai Rais 'Aam," tulisnya.

 

Gus Mus menceritakan bahwa foto tersebut diambil saat lesehan di teritis surau sederhana di depan rumah sesepuh para santri, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayat Lasem, Allahu yarham Simbah Kiai Maksum, ayah kiai kami Pak Ali. "Lahumã Al-Fãtihah," katanya meminta kiriman al-Fatihah untuk Kiai Ali Maksum dan Kiai Maksum.

 

Mengakhiri keterangan foto itu, Gus Mus mengucapkan selamat hari santri. "Selamat Hari Santri," pungkasnya.

 

Pewarta: Syakir NF

Editor: Aryudi AR