Nasional

Gus Sholah Sebut Adanya Kelompok yang Benturkan Keindonesiaan dan Keislaman

NU Online  ·  Ahad, 7 Mei 2017 | 03:02 WIB

Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) menjelaskan, saat ini ada upaya yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk membenturkan antara Pancasila dengan Islam. Seharusnya itu tidak perlu dan tidak seharusnya dilakukan karena dalam sejarah keindonesiaan dan keislaman bisa berpadu dan saling melengkapi.

“Keindonesiaan dan keislaman mengalami dinamika yang tinggi dalam sejarahnya, namun demikian keduanya dapat dipadukan sebagaimana yang terjadi di dalam sejarahnya,” kata Gus Sholah saat memberikan sambutan dalam acara Seminar Pemikiran Hadratus Syekh Hasyim Asyari dengan tema Keislaman dan Keindonesiaan: Aktualisasi Pemikiran dan Perjuangan Hadratus Syekh Hasyim Asyari di Gedung MPR RI Jakarta, Sabtu (6/5).

Menurutnya, Resolusi Jihad yang digagas oleh KH Hasyim Asyari adalah salah satu kesuksesan sejarah dalam memadukan antara keindonesiaan dan keislaman. “Resolusi Jihad menyatukan keindonesiaan dan keislaman,” tuturnya.

Alumni Institut Teknik Bandung itu menambahkan, Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan kesepakatan bersama yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini. Ia  meminta agar apa yang dimiliki bangsa Indonesia tersebut dirawat dan tidak perlu lagi diotak-atik.

Ia menyatakan, seharusnya bangsa Indonesia lebih memikirkan bagaimana mengisi dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. “Apa yang sudah kita capai harus kita pelihara. Apalagi yang perlu diributkan?” tegasnya.

Menurutnya, selama ini umat Islam sebagai mayoritas tidak mengalami kendala dalam melaksanakan dan menunaikan syariat Islam meski konstitusi negara ini tidak menggunakan konstitusi yang berdasarkan Islam.

Bahkan, lebih jauh ia menyatakan, tidak sepakat kalau seandainya kewajiban untuk menunaikan rukun Islam dimasukkan ke dalam undang-undang.

“Saya tidak setuju kalau shalat diundang-undangkan. Nanti tidak jelas, dia melakukan shalat karena takut kepada Allah atau takut kepada undang-undang,” pungkasnya. (Muchlishon Rochmat/Alhafiz K)