Nasional

Gus Baha: Shalawat Bukti Cinta Kepada Nabi Sekaligus Penghambaan kepada Allah

Rab, 13 Oktober 2021 | 02:30 WIB

Gus Baha: Shalawat Bukti Cinta Kepada Nabi Sekaligus Penghambaan kepada Allah

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) saat mengisi acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw 1443 H dan Haul Masyayikh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, pada Selasa (13/10/2021). (Foto: tangkapan layar siaran langsung kanal Youtube Gus Mus Channel)

Jakarta, NU Online

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal dengan Gus Baha menjelaskan bahwa membaca shalawat mampu menjadi penyelamat pembacanya pada hari kiamat karena ada unsur penjagaan akidah, yaitu mengakui Allah sebagai Tuhan, sekaligus meyakini Nabi Muhammad sebagai makhluk-Nya.


Menurutnya, dalam redaksi shalawat yang biasa kita baca, yaitu Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ muhammad, terdapat dua unsur pengakuan yang agung; pertama adalah mengakui bahwa Allah swt sebagai Dzat yang Maha Pemberi, dan kedua mengakui bahwa Nabi Muhammad saw sebagai kekasih Allah yang betatapun tingggi kedudukannya, tetap sebagai hamba Allah.


“Jadi, membaca shalawat itu, di samping menunjukkan maḫabbah (cinta) kita kepada Rasulullah, dengan menyatakan beliau sebagai makhluk terbaik yang paling layak mendapat azkash shalawât dari Allah, juga menyatakan Allah sebagai (Tuhan) yang memberi,” jelasnya saat mengisi acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw 1443 H dan Haul Masyayikh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, pada Selasa (13/10/2021).


Pada kesempatan itu, Gus Baha mendasari argumennya dengan penjelasan Sayyid Az-Zabidi (w. 1205 H) dalam kitab Itḫâfus Sâdâtil Muttaqîn yang berbunyi wannabiyyu shallâhu ‘alaihi wasallam wa in jalla qodruhu muḫtâjun ilâ rahmatihî ta’âlâ wa fadhlih. Betapapun tingginya kedudukan Nabi Muhammad saw, ia tetap membutuhkan kasih sayang dan kemurahan Allah swt.


Dijelaskan Gus Baha, umat Nasrani itu sudah melakukan kesalahan fatal, yaitu menganggap Nabi Isa sebagai tuhan, sedangkan orang Yahudi yang tidak suka dengan Nabi Isa, menuduh Isa sebagai anak hasil zina. Sementara umat Nabi Muhammad saw, tetap menganggungkan Rasulullah dengan status sebagai hamba Allah, tidak sampai menuhankannya.


“Sehingga, umat ini (umat Nabi Muhammad) tidak akan mendudukkan Rasulullah setingkat dengan Allah,” tegas alumnus Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah itu.


Penjelasan serupa, lanjut Gus Baha, juga disebutkan dalam salah satu bait Qashidah Burdah karya Imam Al-Bushiri (w. 696 H) yang berbunyi, da’ madda’atshun nashâra fî nabiyyihimi, waḫkum bi mâ syi’ta madḫan fîhi waḫtakimi. Jauhilah kesalahan yang diperbuat umat Nasrani terhadap nabi mereka, dan sanjunglah Muhammad sesukamu.


“Silakan memuji Nabi Muhammad setinggi langit, tapi tinggalkan kesalahan yang (pernah) dilakuan oleh orang Nasrani,” tandas Gus Baha.


“Redaksi shalawat seperti inilah (Allâhumma shalli ‘alâ  sayyidinâ muhammad) yang akan menyelamatkan umat Nabi Muhammad kelak di hari kiamat,” pungkas Gus Baha.


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Syakir NF