Fatayat NU: Khitan Perempuan Jangan sampai Merugikan Kesehatan
NU Online · Kamis, 6 Februari 2020 | 07:15 WIB
Abdul Rahman Ahdori
Kontributor
Ketua Umum Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) Anggia Emarini menuturkan, khitan bagi perempuan di negara-negara tertentu adalah sebuah budaya. Mereka memandang khitan tersebut bukanlah suatu ajaran agama, karena itu wajar jika tata caranya-pun banyak yang tak sesuai dengan ajaran agama.
“Kalau khitan perempuan itu kan (di negara Barat) sebagian besar budaya, jadi bukan ajaran agama. Beberapa tempat praktiknya memang merugikan perempuan. Itu tidak ada hubungannya dengan ajaran agama,” kata Anggia kepada NU Online, Kamis (6/1) siang.
Ia menambahkan, sekali pun budaya seharusnya khitan bagi perempuan tidak merugikan kesehatan perempuan apalagi itu menyangkut alat vital seseorang. Dia menyayangkan jika ada beberapa negara yang melakukan budaya ini apalagi sampai sobek, berdarah, dan menjahit alat vital perempuan hanya karena memiliki pemahaman yang salah terkait khitan perempuan.
“Jadi gini, kita sudah ada kajiannya, itu tidak ada hubungannya dengan kesehatan. Banyak praktik yang merugikan karena dipotong, dijahit sampai hari in masih ada praktiknya. Makanya Kemenkes pernah melarang khitan bagi perempuan,” tuturnya.
Berdasarkan penelusuran NU Online, di Indonesia sendiri praktik sunat perempuan sudah lama terjadi. Selain alasan keagamaan, sunat perempuan juga merupakan tradisi khas Indonesia. Untuk mengurangi praktik sunat perempuan di Indonesia, UNICEF telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia.
Praktik sunat perempuan di Indonesia sempat menuai pro dan kontra. Dalam pandangan Islam, sebagian dari ulama kalangan madzhab Syafi'i menyatakan bahwa khitan itu adalah wajib, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam dalam kitab I'anatuth Thalibin:
Meski demikian, ada juga sebagian ulama yang menyatakan bahwa khitan adalah perkara yang hanya sekadar sunah saja pelaksanaannya untuk perempuan. Dalam kitab Al-Fatawy Nomor Fatwa 68002 disebutkan:
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muchlishon
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua