Nasional RUU PESANTREN

DPR: Untuk Tingkatkan Daya Saing, RUU Pesantren Dinilai Penting

Rab, 17 Oktober 2018 | 15:45 WIB

DPR: Untuk Tingkatkan Daya Saing, RUU Pesantren Dinilai Penting

Cucun Ahmad Syamsurijal (netralnews)

Jakarta, NU Online
Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menilai pemerintah belum memberikan perhatian kepada pesantren. Akibatnya keberadaan pesantren selalu kalah oleh lembaga pendidikan lainnya. Karena itu, ia melihat pentingnya Rancangan Undang Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan (PPK) untuk segera dirampungkan pengerjaanya.

"Kita upayakan agar RUU Pesantren ini selesai akhir 2018, makanya kita dorong agar Bamus (DPR RI) bisa masuk Kamis 20 September 2018," kata Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (17/10).

"Politik legislasi RUU PPK secara umum, pentingnya rekognisi negara terhadap penyelenggaraan pendidikan keagamaan. Terutama berbasis masyarakat yang selama ini berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa," katanya.

Pesantren menurut Cucun menjadi sistem norma yang mampu mentransformasikan nilai spiritual dan moral dalam pembentukan karakter bangsa.

"Pesan dari RUU ini, keberadaan pesantren baik secara arkanul ma'had maupun secara ruuhul ma'had telah diatur tanpa menghilangkan kemandirian dan karakteristik pesantren," katanya.

Selain itu menurutnya banyak pesantren saat ini yang memiliki ketimpangan dalam pembiayaan, sarana-prasarana, sumber daya manusia, dan lainnya.

Oleh karena itu perlu peran pemerintah agar peran dan keberadaan pesantren dapat ditingkatkan.

"Maka menjadi penting keberpihakan negara terhadap pesantren dan pendidikan keagamaan. Sehingga memiliki kompetensi dan keunggulan yang berdaya saing global," katanya.

Adapun saat ini yang masih harus disempurnakan dalam pembahasan RUU PPK yakni penormaan secara aplikatif terkait dengan pengembangan 3 (tiga) peran pesantren, sebagai lembaga pendidikan, sebagai lembaga penyiaran ajaran agama (dakwah Islam), dan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat.

Kedua, pengaturan mengenai pendirian pesantren bersifat fleksibel, tidak dibatasi pengakuannya hanya berdasarkan legal formal semata. Karena terdapat 28 ribu lebih pesantren yang sebagian besar masih berbentuk salafiyah.

Ketiga, pemerintah pusat, dan daerah sesuai kewenangannya berkewajiban mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraan pesantren, dan pendidikan keagamaan.

"Dengan senantiasa mengedukasi dan mendampingi institusi keagamaan tersebut mampu menjalankan akuntabilitas sehingga terhindar dari potensi praktek penyimpangan administrasi sekali pun," katanya. (Pungkit Wijaya/Abdullah Alawi)