Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KHR Najib Abdul Qadir meminta agar JPNN meralat berita yang menyebutkan bahwa dirinya mengultimatum Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika Jokowi tidak memilih Ketum PKB Muhaimin Iskandar sebagai Cawapres dalam Pemilu mendatang.
"Meminta situs berita online JPNN.com, untuk segera meralat kekeliruan berita yang dipublish dengan merilis berita susulan yang sebenarnya," tulis Kiai Nadjib seperti rilis yang diterima NU Online, Senin (6/8).
Bersamaan dengan rilis berjudul Tuntutan Ralat dan menggunakan kop resmi Keluarga Besar Pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak, Kiai Nadjib juga menyampaikan pihaknya telah mengeluarkan klarifikasi kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan kekeiruan isi berita di JPNN tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya,
JPNN.com mengeluarkan berita berjudul
Jika 2 Hari Ini Jokowi Tak Pilih Cak Imin PBNU Angkat Kaki. Dalam berita itu disebutkan Mustasyar atau Penasihat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Najib Abdul Qodir mengultimatum Presiden Joko Widodo, terkait kepastian menggaet Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai calon wakil presiden (Cawapres).
Selain itu juga disebutkan Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta itu memberi waktu kepada Jokowi hingga dua hari ke depan. Jika tidak, tegas dia, kiai NU akan membuat poros baru. Kiai Nadjib menyatakan akan memberi deadline kepada Jokowi dalam dua hari, yang jika tidak jelas, akan membikin poros baru.
JPNN mengutip pernyataan tersebut tidak dari Kiai Najib langsung, melainkan dari orang lain yang mengaku sebagai juru bicara para kiai. Tanpa mengonfirmasi ulang, berita itu dimuat dalam bingkai seolah-olah pernyataan resmi PBNU.
Pengasuh Pesantren Al-Munawir Krapyak ini menegaskan dirinya tidak pernah memberikan komentar seperti yang diberitakan JPNN tersebut.
"Tidaklah benar, kami pernah mengeluarkan statemen, 'Memberi deadline kepada Jokowi dalam dua hari. Kalau tidak jelas, maka kami bikin poros baru’," tegas KHR Najib Abdul Qadir.
Selain kesalahan statemen di atas, berita itu juga memuat kesalahan lain yang dibantah Kiai Najib yakni penulisan gelar. "Tidaklah benar, kami menjabat sebagai mustasyar atau penasihat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), melainkan kami menjabat Rois Syuriyah PBNU," tulisnya.
Berdasarkan penelusuan NU Online, berita tersebut diturunkan oleh JPNN.com Ahad (Minggu), 05 Agustus 2018 pukul 15:27 WIB. Berita mengacu pada pertemuan kiai dan pengasuh pondok pesantren yang meminta Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj agar mengajukan Cak Imin sebagai cawapres mendampingi Jokowi. Padahal dalam pertemuan para kiai hanya menyepakati pengajuan, tanpa tuntutan lebih kepada Jokowi, bahkan kepada PBNU.
Baca: Berita Pengasuh Al-Munawir Krapyak Ultimatum Jokowi, Seratus Persen Hoaks
Baca: Pengajuan Cawapres Oleh Para Kiai Bukan Atas Nama Organisasi
Juru bicara pertemuan, KH Anwar Iskandar mengatakan pertemuan digagas karena para kiai percaya bahwa Indonesia harus ditopang oleh unsur kebangsaan dan religius. Para kiai yang hadir, kata Kiai Anwar, membawa unsur religius tersebut.
Para pihak yang mengajukan adalah kiai-kiai yang kebetulan warga NU. Pengajuan mereka atas Cak Imin kepada PBNU untuk diusulkan sebagai Cawapres sama dengan hak warga negara yang memiliki aspirasi politik. (Kendi Setiawan)