Jakarta, NU Online
Belakangan ini muncul sekelompok orang yang tidak puas dengan situasi kebangsaan yang ada. Mereka dengan segala cara berupaya untuk mencabut demokrasi sebagai sistem yang sudah disepakati.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB) Abdul Ghopur dalam peluncuran bukunya berjudul Ironi Demokrasi mengibaratkan demokrasi seperti pohon rindang. “Demokrasi tak ubahnya sebagai pohon rindang yang besar dan berbuah lebat,” katanya di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) lantai 8, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Kamis (16/5).
Artinya, jika pohon tersebut tidak memberikan buah yang baik, maka bukan berarti pohon itu harus dicabut. “Bukan berarti pohon itu dicabut, tapi bagaimana memupuk kembali agar tumbuh subur melindungi kita kembali,” katanya.
Oleh karena itu, menurutnya, pelurusan harus tetap dilakukan sebagai tanggung jawab bersama. “Perlu meluruskan, tanggung jawab kita semua,” ujarnya.
Banyaknya ideologi yang masuk ke Indonesia tidak memerhatikan batasan dan aturan yang sudah ada. Padahal, ibarat pesawat akan landing, tentu harus memerhatikan menara, pemancar, dan rambu-rambunya. Karenanya, tak aneh jika ada benturan.
Dalam taushiahnya pada peluncuran buku tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh dipahami sebagai kebebasan tanpa batas.
“Prinsip demokrasi harus menjaga keutuhan bangsa, menciptakan keadilan rakyat,” ujarnya.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, Pengajar Universitas Moestopo Beragama Paulus Januar, CEO Maspion Group Alim Markus, Ketua Dewan Penasihat Ikatan Alumni Taplai Lemhanas RI-INTI Angkatan 1 2018 Ali Husein.
Hadir pula Ketua PP. Muhammadiyah Kiai Kusen Al-Cepu, Sekjen Dokter Bhinneka Tunggal Ika Mariya Mubarika, dan Ketua Pusat Generasi Muda Indonesia-Tionghoa (GEMA INTI) Krista Wijaya. (Syakir NF)