Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan, Gafatar bisa menjadi ancaman bagi agama-agama yang sudah mapan seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya. Dalam waktu 2 tahun, Gafatar sudah berdiri di seluruh provinsi di Indonesia dan memiliki 52 ribu pengikut.
“Ini semacam ancaman bagi agama-agama established (mapan). Apalagi kalau gerakan tersebut berkembang pesat,” kata Tigor di Kantor YLBHI Jakarta, Kamis (22/3).
Tigor menerangkan, Gafatar merupakan gerakan agama atau spiritual model baru. Gerakan ini bukan hanya memiliki pandangan keagamaan saja, tapi juga memiliki pandangan sosial. Mereka yang tergabung dalam Gafatar memiliki pandangan bahwa kehidupan sosial mereka harus diubah agar menjadi lebih baik lagi.
Sebagai sebuah gerakan baru, sambungnya, anggota Gafatar yang satu dengan yang lainnya memiliki ikatan emosi yang kuat.
“Ikatan antar anggota sangat kuat, gotong royongnya kuat,” ujarnya.
Ia menilai, pengadilan terhadap Gafatar sangat bias dan kental akan prasangka karena tidak ada keterbukaan dari para pengambil keputusan, baik negara atau pun tokoh agama (MUI). Orang-orang, termasuk para pengambil keputusan, menyangka bahwa Gafatar hanya lah taktik dari sang guru spiritual Ahmad Musadeq untuk mengecoh masyarakat.
“Sejak awal, ada bias dan prasangka melihat Gafatar karena guru spiritualnya adalah Ahmad Musadeq,” tuturnya.
Namun Ahmad Musadeq, imbuh, sudah mengalami perubahan pemikiran, dari menggunakan cara-cara kekerasan menjadi nonkekerasan, dalam memperjuangkan ideologinya.
“Ada transformasi pemikiran sebagai ideolog, figure central (Ahmad Musadeq),” ucapnya.
Mantan anggota Gafatar Adam Mirza menilai, Gafatar adalah gerakan pemersatu bangsa karena anggota dari berbagai macam umat beragama. Baginya, Gafatar memiliki semangat untuk menyongsong kebangkitan peradaban Indonesia sehingga Gafatar berprinsip tidak melawan pemerintah.
“Jangan. Kita jangan melawan pemerintah (yang sah),” cetusnya. (Muchlishon)