Nasional

Dewan Pers: Jurnalis Harus Jaga Kerukunan

Sen, 11 September 2017 | 18:02 WIB

Pekanbaru, NU Online
Ketua Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo mengajak insan pers untuk lebih inten memberitakan kerukunan yang merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan.

"Kerukunan adalah keniscayaan yang harus dijaga oleh jurnalis," katanya saat menjadi pemateri pada Workshop Peningkatan Peran Jurnalis Dalam Penanganan Isu Kerukunan Umat Beragama Tingkat Nasional di Hotel Pangeran Pekan Baru Riau, Senin (11/9).

Di tengah tanpa batasnya perkembangan informasi dan teknologi, Stanley mengingatkan para jurnalis dengan peran media sebagai sarana kontrol terhadap dinamika sosial yang terjadi di masyarakat. Komitmen utama jurnalis adalah pada kepentingan publik dan kepentingan pribadi atau kelompok harus diletakkan di bawahnya.

"Media berpotensi untuk menjadi peredam ataupun pendorong konflik. Media bisa memperjelas sekaligus mempertajam konflik. Media bisa merekonstruksi realitas tapi juga bisa menghadirkan hiperrealitas," katanya.

Ia mengingatkan jika konflik ini terus terjadi maka yang akan menjadi korban adalah kebenaran.

Saat ini masyarakat di Indonesia rentan sekali tergerus kerukunannya akibat pemberitaan yang sangat mudah sekali diakses. Masyarakat juga mudah terpengaruh oleh fakta atau kejadian yang dibingkai dengan berita bohong (hoaks) dan cenderung mengarah pada kepentingan kelompok tertentu.

Pers dalam hal ini juga harus mampu mengambil peran dengan memerangi hoaks dan tidak mengobarkan jurnalisme konflik.

"Jurnalisme harus mendorong munculnya pemberitaan yang berorientasi pada problem solver masalah yang sedang dihadapi bangsa," ajaknya mengingatkan peran pers dalam menjaga kerukunan di Indonesia.

Pers juga harus mengembangkan pemberitaan interpretatif yang berbasis pada hasil riset dan mengubah talking news dengan liputan investigasi. "Pers harus memberi masukan ataupun kritik kepada pemerintah dan warga dengan cara fokus pada pemberitaan masalah kebangsaan," katanya.

Stanley mengingatkan bahwa dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 8 disebutkan wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, cacat jiwa atau cacat jasmani. (Muhammad Faizin/Alhafiz K)