D Zawawi Imron: Toleransi Dibangun dari Hati yang Bersih
NU Online · Senin, 9 Desember 2013 | 03:34 WIB
Yogyakarta, NU Online
Toleransi bisa dibangun dari hati yang bersih. Karena hati yang bersih merupakan sumber energi positif untuk melakukan apa saja. Jika kesadaran tanpa dibarengi dengan hati yang bersih itu nonsense.
<>
Demikian disampaikan budayawan D. Zawawi Imron saat mengisi seminar bertema “Toleransi Kebangsaan; Membumikan Nilai-Nilai Kerukunan dalam Konteks Keindonesiaan” di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sabtu (07/12).
“Berpikirlah kamu dengan hati yang bersih, maka kebaikan akan selalu menyelimuti hatimu,” lanjutnya.
Toleransi, jelas Zawawi, adalah kesadaran untuk berbeda. Lalu ia menjelaskan tentang dua macam kesadaran menurut Rendra, yakni kesadaran alam dan kesadaran kebudayaan.
Kesadaran alam merupakan kebudayaannya budaya massa, dimana ciri-cirinya adalah orang dapat dimobilisasi, mengikuti pemimpin dengan taqlid buta, dan menganggap kelompok lain salah, yang benar hanyalah kelompoknya sendiri.
Sedangkan kesadaran kebudayaan merupakan kesadaran yang memiliki daya budi, dimana kesadaran tersebut terdapat pada warga Negara. Adapun cirinya adalah kritis dan jika benar maka akan diakui benar, dan jika salah maka akan diakui salah, entah itu berasal dari kelompoknya sendiri maupun kelompok lain di luarnya.
“Sekarang kita mau pakai yang mana? Jangan takluk pada alam dan dikuasai oleh alam, dan yang jelas, kesadaran kebudayaan sudah dimiliki oleh nenek moyang kita,” tandas.
Kemudian penyair asal Sumenep, Madura, itu pun memberikan perumpamaan lebah dan lalat. Lebah dan lalat merupakan dua hewan yang suka menempel pada sesuatu, namun keduanya berbeda dalam wilayah yang ditempelinya.
Naluri lebah adalah hinggap di sesuatu yang harum. Ia suka menempel pada bunga-bunga, dan nantinya apa yang dikeluarkan juga merupakan sesuatu yang baik, yakni madu. Berbeda dengan naluri lalat yang akan menempel pada sesuatu yang kotor dan bau, seperti sampah.
“Manusia itu lebih mulia daripada lebah dan lalat, kenapa tidak mencontoh lebah? Jika makan, ia akan makan dan hinggap pada yang baik, dan apa yang dia keluarkan juga baik dan bermanfaat. Allah saja sopan jika bertanya pada manusia, mengapa manusia tidak bisa sopan terhadap sesamanya?,” ujar Zawawi siang itu.
Selain D. Zawawi Imron, hadir pula sebagai pembicara, Muhammad Mustafid, Pengasuh Pesantren Aswaja Nusantara, dan Augustina Elga Joan Sarapung, perwakilan Institut Dialog Antar Iman di Indonesia (Interfidei). Seminar tersebut diadakan oleh CSS MoRA, bekerjasama dengan berbagai lembaga. (Dwi Khoirotun Nisa'/Mahbib)
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
3
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
4
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua