Nasional

Bolehkah Non-Muslim Berwakaf untuk Masjid? Ini Penjelasan BWI

Sab, 9 April 2022 | 20:53 WIB

Bolehkah Non-Muslim Berwakaf untuk Masjid? Ini Penjelasan BWI

Sekretaris Badan Wakaf Indonesia (BWI) KH Sarmidi Husna. (Foto: NU Online/Suwitno)

Bogor, NU Online
Sekretaris Badan Wakaf Indonesia (BWI) KH Sarmidi Husna menjelaskan tentang hukum Non-Muslim berwakaf untuk masjid. Ia pun menjelaskan bahwa terdapat empat hal yang harus dipenuhi dalam melakukan wakaf. Pertama, harta yang diwakafkan (mauquf bih), orang yang berwakaf (wakif), penerima manfaat wakaf (mauquf alaih), dan pernyataan wakaf (shighah).


Ia juga menjelaskan bahwa wakaf berbeda dengan zakat. Perbedaannya terletak pada penerima. Kalau wakaf penerimanya bisa siapa saja atau fleksibel, sedangkan zakat sudah ditentukan yakni delapan golongan yang harus beragama Islam.


“Tapi (penerima) wakaf tidak (harus Muslim). Wakaf dari non-Muslim itu boleh. Jadi sah, wakaf itu dari non-muslim, meskipun untuk masjid. Non-Muslim juga boleh menjadi penerima manfaat wakaf dari pengelola wakaf (nazhir), asal peruntukkannya tidak untuk gereja,” ujar Kiai Sarmidi dalam Workshop Jurnalis Wakaf 2022 bertajuk Penguatan Literasi dan Jaringan Jurnalis Wakaf dalam Pemberitaan Media, di Hotel Grand Savero Bogor, Jawa Barat, Sabtu (9/4/2022).


Di dalam wakaf, tidak disebutkan bahwa pemberi wakaf tidak harus seorang Muslim. Sebab tidak ada persyaratan harus seorang Muslim. Dalam hal ini, Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menerangkan pernyataan dari Syekh Zakariya Al-Anshari dalam Fathul Wahhab bi Syarhi Manhajith Thullab, Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1418 H, juz I, halaman 440 yakni:


أَرْكَانُهُ) أَرْبَعَةٌ (مَوْقُوْفٌ وَمَوْقُوْفٌ عَلَيْهِ وَصِيْغَةٌ وَوَاقِفٌ وَشُرِطَ فِيْهِ) أَيْ فِي الْوَاقِفِ (كَوْنُهُ مُخْتَارًا) وَالتَّصْرِيْحُ بِهِ مِنْ زِيَادَتِيْ (أَهْلُ تَبَرُّعٍ) فَيَصِحُّ مِنْ كَافِرٍ وَلَوْ لِمَسْجِدٍ


Artinya: “Rukun wakaf ada empat yaitu harta benda yang diwakafkan, pihak penerima wakaf, pernyataan wakaf, dan pihak yang mewakafkan. Disyaratakan pihak yang memberi wakaf adalah ia orang yang secara sukarela memberikannya (mukhtar), dan penjelasan tambahan dari saya dalam hal ini adalah ia merupakan ahlu tabarru’ (orang cakap dalam kebajikan). Karenanya sah wakaf dari orang non-Muslim dan walaupun wakaf tersebut untuk masjid,”


Ia menjelaskan pula bahwa harta yang telah diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik ahli waris wakif (pemberi wakaf) dan ahli waris nazhir (pengelola wakaf). Kepemilikan wakaf, sebagaimana madzhab Syafi’i, harus dikembalikan kepada Allah.


“Jadi, wakaf itu harta seseorang yang sudah dialihkan kepemilikannya kepada publik dan statusnya milik Allah,” pungkas Kiai Sarmidi.


Pengertian Wakaf
Secara bahasa, wakaf berasal dari kata waqafa-yaqifu-waqfan yang berarti berhenti atau menahan. Sementara menurut istilah (fikih), wakaf adalah menahan pokok harta benda wakaf dan menyalurkan manfaat atau hasilnya. (Tim Badan Wakaf Indonesia, Buku Pintar Wakaf, Jakarta, tanpa tahun terbit, halaman 6).


Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menyebutkan, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.


Wakaf juga boleh menggunakan uang atau melalui uang. Hal ini berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Wakaf Uang yang ditetapkan pada 11 Mei 2022 silam. MUI memutuskan lima poin terkait wakaf uang ini.


Pertama, wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Kedua, termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Ketiga, wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).


Keempat, wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i. Kelima, nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin