Nasional

Biaya Haji 2024 Diusulkan Naik, Begini Kata Calon Jamaah Haji

Jum, 17 November 2023 | 16:00 WIB

Biaya Haji 2024 Diusulkan Naik, Begini Kata Calon Jamaah Haji

Ilustrasi ibadah haji 2023. (Foto: MCH Kemenag)

Jakarta, NU Online

Terkait usulan kenaikan biaya haji 2024, sejumlah calon jamaah berharap biaya haji pada tahun ini tidak memberatkan. Hal itu diungkapkan oleh calon jamaah haji asal Pringsewu Rahma Apriana.


Menurut dia, usulan dari pemerintah terkait kenaikan bisa dipahami. Namun agar tidak menanggung beban yang semakin berat ia berharap prosentase Bipih yang harus dibayar jamaah dikurangi dan dirasionalisasi.


“Dari jumlah BPIH itu yang penting bagi jamaah, kan persentase antara Bipih yang harus dibayar oleh jamaah dan nilai manfaat. Kalau bisa persentasi Bipih dikecilkan atau dikurangi,” harapnya kepada NU Online, Jumat (17/11/2023).


Seperti diketahui untuk tahun 2023, BPIH ditetapkan sebesar Rp90.050.637,26 dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp15.150 dan 1 SAR sebesar Rp4.040. Dari jumlah itu, persentasi biaya Bipih yang dibayar jamaah sebesar 55,3 persen dan nilai manfaat dana haji sebesar dan 44,7 persen. Sehingga pada tahun 2023 jamaah haji mengeluarkan biaya sebesar Rp49.812.700,26 dan nilai manfaat sebesar Rp40.237.937.


“Harapan saya pada tahun ini tidak sampai di atas 50 juta. Sehingga saya harus mencari dana untuk pelunasan di angka 25 juta. Rasanya kok berat kalau di atas itu,” ungkapnya.


Sementara Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan bahwa rancangan biaya yang diajukan pemerintah sebenarnya masih dalam kategori rasional mengingat tren biaya haji cenderung akan terus naik. Kenaikan biaya haji terus melonjak cukup drastis terutama setelah pandemi Covid-19. 


“Angka yang disodorkan oleh Menag masih belum final, maka itu perlu untuk dikritisi lebih jauh dan pendalaman lebih cermat sehingga mendapatkan angka yang benar-benar moderat, agar tidak terlalu memberatkan jamaah disisi lain tidak menggerus dana optimilasisasi di BPKH karena subsidinya terlalu besar sehingga tidak merugikan hak jamaah haji tunggu,” katanya.


Sebelumnya, Kementerian Agama mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M rata-rata sebesar Rp105 juta, tepatnya Rp105.095.032,34. Usulan BPIH 2024 yang disampaikan Pemerintah ke DPR ini RI lebih tinggi dibanding biaya haji 2023 yakni Rp98.893.909,11. Usulan BPIH ini nantinya akan dibahas dan diputuskan oleh Panitia Kerja (Panja) yang berasal dari Kementerian Agama dan DPR RI.


Pemerintah menyebut ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab kenaikan usulan ini antara lain kenaikan kurs, baik Dolar maupun Riyal, dan penambahan layanan. Sebagai perbandingan, biaya haji 2023, disepakati dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp15.150 dan 1 SAR sebesar Rp4.040. Sementara pada tahun 2024 ini disusun dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp16.000 dan 1 SAR sebesar Rp4.266.


Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief mengatakan bahwa selisih kurs ini berdampak pada kenaikan biaya layanan yang bisa diklasifikasikan dalam tiga jenis. Pertama, layanan yang harganya tetap atau sama dengan tahun 2023. 


“Misalnya, transportasi bus salawat. Kami mengusulkan biaya penyediaan transportasi bus salawat tahun ini sama dengan 2023, sebesar SAR146. Tapi asumsi nilai kursnya berbeda. Sehingga ada kenaikan dalam usulan,” kata Hilman dalam keterangan persnya.


Kedua, layanan yang harganya memang naik dibanding tahun lalu. Kenaikan usulan terjadi karena kenaikan harga dan selisih kurs. Misal, akomodasi di Madinah dan Makkah. “Pada 2023, sewa hotel di Madinah rata-rata SAR1.373, tahun ini kita usulkan SAR1.454. Demikian juga di Makkah, ada kenaikan usulan dari tahun sebelumnya,” ungkapnya.


Ketiga, layanan yang harganya naik dan volumenya bertambah. Kenaikan usulan terjadi karena selisih harga, selisih volume, dan juga selisih kurs. Contohnya: konsumsi di Makkah, tahun lalu disepakati dengan Komisi VIII DPR hanya 44 kali makan, meski pada akhirnya bisa disesuaikan menjadi 66 kali makan.


“Tahun ini kami usulkan layanan konsumsi di Makkah menjadi 84 kali makan, dengan rincian 3 kali makan selama 28 hari. Sehingga ada selisih volume. Harga konsumsi per satu kali makan pada tahun lalu dibanding tahun ini juga naik. Kenaikan bertambah seiring adanya perbedaan kurs,” katanya.