Nasional MUNAS-KONBES NU 2019

Beberapa Keberhasilan Lakpesdam PBNU Upayakan Inklusi Sosial

Sel, 26 Februari 2019 | 15:30 WIB

Kota Banjar, NU Online
Kepala Riset dan Advokasi Lakpesdam PBNU Ufi Ulfiah menuturkan, Lakpesdam dan beberapa mitranya telah melakukan upaya inklusi sosial di 13 kabupate/kota. Program tersebut telah menunjukkan hasil positif. Hasilnya, ada 12.097 legalitas kewarganegaraa yang terdiri dari KTP, KK, KIK, dan akta kelahiran yang telah dicapai. Sementara bantuan sosial seperti BPJS, KIS, KIP, Layanan Bantuan buku, Bantuan Pangan Tunai, Bantuan Pangan non-Tunai, Bantuan Pendidikan mencapai 2.840 orang. 

“Ini layanan tanggung jawab negara, tidak ada spesialnya. Yang spesial adalah ini dulu tidak bisa diterima oleh kelompok-kelompok yang terstigma. (mereka) Mengalami kesulitan (untuk mendapatkan layanan itu) baik lokasi, khususnya identitas. Bantuan modal untuk komunitas Rp 632 juta,” terang Ufi dalam Halaqah Nasional bertemakan Merumuskan Fiqh Kebahagiaan Menuju Indonesia Inklusif di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Selasa (26/2).

Ufi menerangkan, diantara komunitas yang diadvokasi Lakpesdam PBNU dalam upaya inklusi sosial adalah masyarakat adat Kajang Bulukumba Sulawesi Selatan dan Dayak Losarang Indramayu Jawa Barat. Mereka tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dalam kasus masyarakat adat Kajang Bulukumba Sulawesi, mereka tidak bersedia melepas penutup kepalanya, passapu, ketika akan direkam untuk data KTP. 

Pada 2016, lanjut Ufi, Lakpesdam bersama dengan Disdukcapil Bulukumba meminta Kementerian Dalam Negeri agar komunitas masyarakat adat diperbolehkan foto untuk data KTP dengan menggunakan penutup kepala passepu. Hasilnya, mereka sekarang diizinkan untuk tetap memakai penutup kepada adatnya tersebut ketika diambil fotonnya untuk data KTP.

“Sekarang Lakpesdam sedang menginisiasi perekaman tanpa foto. Kenapa? Karena menurut UU harus ada foto. Lakpesdam sedang mendorong ini karena di masyarakat adat Kajang ada beberapa orang yang difoto berkali-kali tapi gambarnya tidak keluar,” jelasnya.

Begitu pun dengan masyarakat Dayak Losarang Indramayu. Ufi menceritakan, mereka tidak memiliki KTP karena tidak bersedia memakai baju ketika akan difoto untuk rekaman KTP. Sebagaimana diketahui, masyarakat Dayak Losarang adalah komunitas adat yang tidak memakai baju atau bertelanjang dada bagi laki-lakinya. 

Kemudian, imbuhnya, Lakpesdam menyelenggarakan Festival Brayan Urip dan mendorong agar komunitas ada Dayak Losarang diperbolehkan memiliki KTP tanpa harus memakai baju ketika direkam. Mereka akhirnya diperbolehkan tetap telanjang dada ketika direkam datanya. Meski demikian, mereka tidak mau memiliki KTP karena menganggap kalau KTP itu adalah muka mereka.

“Tetapi maksud saya begini, kalau sekarang Dayak Losarang melakukan perekaman KTP tanpa baju sudah diperbolehkan oleh Disdukcapil Indramayu. Beda dengan yang dulu,” katanya. 

Ufi menambahkan, Lakpesdam juga mendorong agar komunitas difabel di Bulukamba Sulawesi Selatan mendapatkan pelayanan yang inklusif untuk mendapatkan KTP. Selain difabel, mereka juga adalah masyarakat adat sehingga mereka mengalami eksklusi ganda. Lakpesdam mendorong agar Disdukcapil Bulukamba yang mendatangi mereka.

“Di Bima ada komunitas Hindu, Budha, dan Nasrani. Mereka pernah diserang tahun 2013 karena dianggap ada Pura terbesar di Asia. Namun kita datangi cuma kecil, cuma provokasi saja. Itu mereka 25 tahun tidak punya legalitas karena pertama tereksklusi secara tempat delapan jam dari kota Bima, kedua pernah ada konflik, dan ketiga ada orang Hindu,” paparnya. 

“Lakpesdam bolak-balik mendorong dan mengadvokasi disdukcapil. Akhirnya dibawa alat-alat perekam KTP itu ke atas Gunung Tambora dan selesai dalam waktu tiga hari,” imbuhnya.  

Tidak hanya itu, Ufi menjelaskan kalau program inklusi sosial yang digawangi Lakpesdam dan beberapa mitra juga telah berhasil melahirkan beberapa kebijakan yang bersifat inklusif. Diantaranya adalah Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Adat tahun 2016 Sulsel Bulukumba, Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Mataram, Surat Camat Cempaga Kotawaringin Timur, dan JR UU Adminduk 2017

Menurut Ufi, program inklusi sosial tersebut berhasil karena menggunakan tiga pendekatan. Pertama, berbasis kepentingan. Setiap pihak tentu memiliki kepentingan masing-masing. Untuk menyukses program tersebut,Lakpesdam menjahit kepentingan masing-masing kelompok yang terlibat sehingga 'bisa bertemu'. 

Kedua, berbasis hak asasi manusia (HAM). Apapun yang dilakukan dalam inklusi sosial harus berbasis dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Ketiga, penggunaan kebudayaan. Lakpesdam juga melakukan pendekatan kebudayaan untuk menyukseskan program inklusi sosial. (Muchlishon)