Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU) Hj Khofifah Indar Parawansa menilai, aksi bom bunuh diri dengan mengajak anggota keluarga lain, istri dan anak, di Indonesia merupakan fenomena baru.
“Ini fenomena baru, agak susah terdeteksi kalau mereka membawa anak-anak,” kata Hj Khofifah di kantor Muslimat NU di Jakarta, Ahad (20/5).
Ia meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan guna mencegah agar kejadian brutal tersebut tidak terulang lagi. Baginya, lembaga pendidikan menjadi salah satu kunci untuk mencegah aksi terorisme. Terutama pendidikan tingkat dasar. Guru-guru tingkat Paud (pendidikan anak usia dini) harus memiliki kompetensi untuk menanamkan benih-benih toleransi kepada anak didiknya.
“Mulai Paud (pendidikan anak usia dini), RA (raudhatul athfal), TK (taman kanak-kanak), SD (sekolah dasar) harus mulai disosialisasikan bahwa Indonesia ini beragam,” jelasnya.
Bukan hanya di ruang-ruang kelas, di rumah anak-anak juga harus ‘dijelaskan’ bahwa Allah menciptakan Indonesia dari berbagai macam suku, etnis, agama, budaya, dan bahasa. Sehingga mereka bisa menerima mereka yang tidak sama dengannya.
Beberapa pekan lalu, masyarakat dihebohkan dengan serangkaian aksi teror dan bom bunuh diri yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti Surabaya, Sidoarjo, Riau, dan Tangerang. Yang mengejutkan, aksi bom bunuh diri tersebut berbeda dengan yang sebelumnya. Dulu bom bunuh diri dilancarkan satu orang saja, sekarang bom bunuh diri melibatkan satu keluarga penuh. (Muchlishon)