Nasional

AII Minta Aparat Jauhi Cara-cara Kekerasan terhadap Warga Papua

Sen, 2 Juli 2018 | 13:20 WIB

AII Minta Aparat Jauhi Cara-cara Kekerasan terhadap Warga Papua

Direktur Eksekutif AII Usman Hamid

Jakarta, NU Online
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional-Indonesia (AII) Usman Hamid meminta aparat keamanan di Papua untuk tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam merespons aksi-aksi damai warga Papua. Sebaliknya harus dilakukan dengan pendekatan persuasif atau dialog. 

"Seharusnya tidak direspons dengan cara penembakan yang mengakibatkan kematian atau pembunuhan di luar proses hukum, kecuali aparat yang terancam nyawanya atau dalam keadaan darurat," kata Usman pada konferensi pers di Hotel Alila, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (2/7).

Menurut Usman, akibat dari tindakan represif yang dilakukan aparat keamanan dalam merespons aktivitas damai di Papua berujung pada hilangnya nyawa manusia. 

Pada konferensi pers tersebut, Amnesty Internasional-Indonesia melaporkan sebanyak 95 orang tewas oleh aparat keamanan dalam 69 kasus selama periode Januari 2010 hingga Februari 2018. 

Usman memaparkan, dari 69 kasus pembunuhan di luar hukum (tindakan aparat keamanan berlebihan) itu tidak ada hubungannya langsung dengan separatisme, bahkan pada 41 kasus sama sekali tidak ada hubungannya dengan separatisme.

Sementara sisanya, yakni 28 kasus terkait dengan aktivitas politik, seperti mengibarkan bendera kejora. Namun, lanjutnya, ekspresi-ekpresi tersebut masih dapat ditempuh dengan cara damai. 

Usman mengakui bahwa belakangan ini pemerintah menunjuk person in charge (PIC) untuk mengurus Papua dalam mempersiapkan dan menjamin terlaksananya dialog nasional yang mendapatkan legitimasi yang kuat dari pemerintah dan masyarakat Papua. 

"Nah, salah satunya adalah pendukung dialog Papua yaitu Peter Neles Tebay, seorang intelektual yang sebenarnya cukup representatif untuk orang Papua, untuk mempromosikan perlunya adanya dialog dalam menyelesaikan masalah Papua," jelasnya. 

Menurutnya, dalam upaya terjadinya perdamaian di Papua, Peter Neles Tebay bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berhasil menyimpulkan tentang temuannya yang menjadi akar masalah di Papua, yakni ketidadilan sosial-ekonomi, diskriminasi, kekerasan, dan tidak adanya kesejahteraan. 

"Nah, empat solusi ini yang sebenarnya diperlukan untuk dialog di Papua," ucapnya. 

Terakhir, Usman berharap pemerintah mau mengakui terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bentuk pembunuhan di luar hukum, mendorong tinjauan strategis kinerja aparat keamanan dan mengupayakan perbaikan-peebaikan di tubuh aparat, serta memastikan kasus-kasus yang terjadi diinvestigasi dan pelakunya diadili, sehingga korban dan masyarakat Papua mendapatkan keadilan. (Husni Sahal/Fathoni)