Nasional

Agar NU tidak “Masuk Angin”

NU Online  ·  Kamis, 5 April 2012 | 04:58 WIB

Jember, NU Online
Adalah Rais Syuriah PBNU KHA Hasyim Muzadi yang melontarkan pernyataan bahwa NU harus dijaga agar tidak masuk angin. NU bisa masuk angin, sakit apa pula?!.

Tentu, masuk angin yang dimaksud bukanlah penyakit, namun sekadar perumpaan untuk mengingatkan pengurus NU dari 44 cabang se-Jatim yang mengikuti Muskerwil PWNU di PP Assunniyah, Kencong, Jember, 1 April lalu.
<>
"Sebagai organisasi, NU memang membutuhkan bantuan pemerintah dan pihak lain, tapi NU itu bukan membela pemerintah, melainkan membela negara. Sejak revolusi sampai reformasi, NU jadi penyelamat negara," ucapnya.

Sebagai penyelamat negara, NU sudah membela negara sejak dari era revolusi perjuangan, era kemerdekaan, era pemberontakan PKI, era pembangunan, hingga era reformasi saat ini.

Bahkan, tutur pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam di Malang (Jatim) dan Depok (Jabar) itu, NU telah mampu menyatukan wawasan keagamaan dengan kebangsaan melalui penerimaan NU terhadap Pancasila.

"Saat Muktamar Situbondo pada tahun 1984, NU membedakan asas dengan agama. NU menerima Pancasila dengan memandang asas sebagai `wasilah` (jalan atau pintu masuk) bagi aspirasi ke-Islaman di negara majemuk," tukas lelaki kelahiran Tuban pada 8 Agustus 1944 itu.

Oleh karena itu, sejarah Indonesia itu tidak terlepas dari kiprah NU. "Tapi, pembelaan NU itu kepada negara, bukan kepada pemerintah. Kepada pemerintah, NU mendukung kalau benar dan meluruskan kalau salah. Kalau sampai NU membela pemerintah berarti NU masuk angin," paparnya seraya tersenyum.

Bagaimana agar NU tidak masuk angin? "Itu ada seni tersendiri, bagaimana kita menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain, tapi kita tetap membela negara, bukan membela yang lain," kilah mantan cawapres yang pernah berpasangan dengan Capres Megawati itu.

Dengan menyatakan "seni" itu tidak bisa dijelaskan secara terbuka, alumni Pondok Pesantren Gontor Ponorogo, Jawa Timur itu menilai NU saat ini perlu bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat untuk menangkal ideologi transnasional dari timur dan barat yang kini "mengeroyok" Indonesia.

"Ideologi transnasional itu antara lain syiah, wahabi, khawarij, hizbut tahrir, mujahidin, ihwanul muslimin, kapitalisme, liberalisme, dan sebagainya. Mereka punya banyak uang dan bisa bikin media untuk menjelek-jelekkan ideologi ala Indonesia yang selama ini dikembangkan NU dan Muhammadiyah," tandasnya.

Kiai yang kini memimpin ICIS yang beranggotakan 67 negara Islam itu menyebutkan upaya pengeroyokan dari mereka lewat tempat strategis seperti masjid, mushalla, dan universitas yang selama ini kurang "dirawat" masyarakat setempat.

"Karena itu, pemerintah dan masyarakat hendaknya menyemarakkan masjid, mushalla, dan universitas dengan pengajian kitab secara rutin yang mungkin saja memanfaatkan santri senior yang ada di pesantren terdekat untuk mengajar masyarakat setempat secara rutin," ucapnya.

Apalagi, ungkap suami dari Hj Muthomimah yang pernah menjadi Ketua PWNU Jatim itu, konsep "Rahmatan lil Alamin" ala Islam di Indonesia kini sudah diterima kalangan asing di timur dan barat, sehingga kalangan asing juga dapat diajak untuk membantu.



Redaktur: Mukafi Niam
Sumber  : Antara