Nasional

5 Aspek dalam Diri Hakim Harus Dibenahi

NU Online  Ā·  Jumat, 15 Februari 2013 | 20:06 WIB

Jakarta, NU Online
Buruknya kualitas peradilan di Indonesia menjadi keprihatinan hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Untuk upaya perbaikan NU melihat terdapat 5 aspek dalam diri hakim yang harus dibenahi dan diasah.<>

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, mengatakan 5 aspek tersebut meliputi bashirah (insting), dlamir (moral), fuad (nurani), asraar (metafisik), dan lathifah (kelembutan).

Perbaikan pada bashirah diungkapkan akan menjadikan manusia secara instinktif mampuĀ  mengetahui mana yang baik dan buruk. Jika manusia telah mampu menggunakan bashirah-nya dengan baik, maka akan berimplikasi pada fungsi qalbu yang lain yaitu dlomir, yang dalam pelaksanaannya dibagi dalam tiga derajat, pertama bersifat ijtima’i (melakaukan baik buruk berdasarkan pertimbangan masyarakat sekitar) melakukan sesuai dorongan sosial untuk meperoleh pujian. Kedua bersifat qanuni, semata menjalankan aturan, baik perintah atau larangan yang bersifat legal, formal, dan ketiga bersifat diny, orang menjalankan perbuatan berdasarkan pertimbangan agama.

ā€œDua hal ini tidak bisa dipisahkan. Mungkin selama ini bashirah-nya sudah baik, tapi karena tertutupi oleh hawa nafsu, maka dlamir-nya dikorbankan. Jadi dua-duanya harus dibenahi,ā€ ungkap Kiai Said di Jakarta, Kamis (15/2). Hal yang sama juga disampaikan dalam pertemuan hakim agama yang diadakan oleh Komisi Yudisial (KY) di Bandung, Rabu kemarin.

Aspek ketiga, lanjut Kiai Said, adalah fuad atau nurani. Jika aspek bashirah dan dlamir pada diri seorang hakim bisa digunakan dengan baik, maka akan menghasilkan nurani yang memiliki daya deteksi sangat tajam dan peka. ā€œNurani itu akan memberikan keputusan yang sangat jujur dan tidak pernah bohong. Sekecil apapun kesalahan dan kebenaran akan dilihat, dirasakan, dan akan memberikan keputusan apa adanya,ā€ urainya.

Kiai Said mengatakan, seorang manusia, terlebih berprofesi sebagai hakim yang setiap hari bergumul dalam pencarian keadilan seyogyanya di dalam hatinya memiliki tiga aspek dasar tersebut, agar bisa mengambil keputusan secara benar, jujur, adil dan bisa dipertanggungjawabkan. Pemimpin dan pengambil keputusan yang sudah mendayagunakan aspek-aspek tersebut akan menjadi penegak hukum yang bermartabat, memiliki moral dan integritas, sehingga setiap keputusannya membawa maslahat bagi masyarakat dan Negara.

Jika tiga aspek dasar tersebut sudah dijalankan dengan baik, terdapat dua lainnya yang juga harus diasah. Yang pertama adalah asraar, yaitu kekuatan misteri (mampu menembus misteri), sehingga mampu membaca hal-hal yang bersifat metafisik. Dengan adanya kemampuan metafisik ini segala yang diputuskan sudah bisa dilihat implikasinya dan respon public terhadapnya.

Sementara aspek kedua yang juga harus diasah selain tiga aspek dasar adalah lathifah (kelembutan), yang merupakan software (perangkat lunak) yang bisa mengakses pemikiran dan kesadaran orang, sehingga mampu menyadarkan dan menggerakkanĀ  masyarakat agar mengarah pada jalan yang benar.

ā€œAspek keempat dan kelima ini maqam-nya sangat tinggi dan susah dicapai, karena itu untuk menguasainya diperlukan riyadloh yang berat dan dalam bimbingan seorang mursyid (guru spiritual). Apabila seseorang telah memfungsikan hatinya secara sempurna maka ia akan menjadi seorang yang arif dan bijaksana dalam memimpin dan dalam menetapkan dan mengambil keputusan,ā€ pungkas Kiai Said.

Ā 

Penulis: Samsul Hadi