Khutbah

Khutbah Jumat: Agar Tak Menyulut Permusuhan, Puasa Komentar di Media Sosial

Sel, 19 April 2022 | 07:00 WIB

Khutbah Jumat: Agar Tak Menyulut Permusuhan, Puasa Komentar di Media Sosial

Khutbah Jumat: Puasa Komentar di Media Sosial

Materi khutbah Jumat ini mengajak seluruh insan media sosial untuk tidak mudah mengumbar unggahan tanpa memperhatikan kapasitas diri. Kita perlu puasa komentar karena tidak semua hal bisa dan boleh kita komentari. Buatlah respons isu sejauh itu dikuasai, valid, dan maslahat bagi publik.

 


Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Puasa Komentar di Media Sosial". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)



Khutbah I


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ جَعَلَ الصَّوْمَ حِصْنًا لِأَوْلِيَائِهِ وَ جُنَّةً، وَفَتَحَ لَهُمْ بِهِ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ،  أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَائِدِ الْخَلْقِ وَمُمَهِّدِ السُّنَّةِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِيْ الْأَبْصَارِ الثَّاقِبَةِ وَالْعُقُوْلِ الْمُرَجِّحَةِ


أَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Pertama, al-faqir mengajak kepada diri sendiri dan jamaah semua untuk membenahi dan menambah kualitas takwa kita kepada Allah subhanahu wata’ala, dengan cara meningkatkan kepatuhan terhadap perintah dan larangan-Nya. Kedua, mari kita mensyukuri nikmat iman dan sehat yang masih melekat pada diri kita dengan cara memanfaatkannya semaksimal dan sebaik mungkin. Sangat mudah bagi Allah mencabut nikmat itu dari diri manusia, dan semoga itu tidak akan menimpa kita.


Hadirin,
Kini kita telah berada di era kemerdekaan berpendapat dan berekspresi. Reformasi 1998 telah memberi angin segar bagi kebebasan tiap warga untuk menyampaikan gagasan dan kritik. Hak-hak mereka untuk bersuara tanpa tekanan dan intimidasi telah dilindungi oleh undang-undang.


Kebebasan ini adalah sebuah anugerah besar. Di saat sebagian warga di negara lain masih terbelenggu kemerdekaan berpikirnya dan diliputi ketakutan menyampaikan pendapat, kita di Indonesia sudah beranjak dari situasi buruk itu. Kita pun punya peluang untuk produktif berkarya, mempublikasikan ide, bahkan kritik membangun terhadap kebijakan atau situasi yang menurut kita perlu diperbaiki.


Namun demikian, di balik kebebasan selalu ada tanggung jawab besar. Kebebasan tidak akan pernah mutlak. Ia dibatasi oleh kebebasan orang lain, diikat oleh tata krama, dan mesti memperhatikan kepatutan dan dampak buruk yang akan ditimbulkan. Tanggung jawab ini semakin relevan di era media sosial saat ini, ketika semua orang bisa berkomentar, bahkan berfatwa, tentang apa saja.


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Media sosial itu ibarat pisau. Ia penting sejauh dibutuhkan untuk hal-hal bermanfaat, seperti mengiris sayur, memotong daging, dan keperluan memasak lainnya. Namun, pisau juga berbahaya ketika ia digunakan secara sembarangan atau untuk kepentingan yang tidak semestinya.


Media sosial adalah sarana yang bisa membuat kita produktif dan kreatif, tetapi bisa juga mengecoh dan menyebabkan kemalasan. Media sosial memfasilitasi kita dapat bersilaturahim dan menjalin keakraban dengan kolega yang berjauhan, tetapi juga bisa memfasilitasi kita dalam merusak hubungan dan menyulut permusuhan. Media sosial memudahkan kita untuk belajar dan menimba banyak wawasan, tetapi juga bisa membuat kita gampang terprovokasi dan terjerumus dalam kesesatan.


Dari sini kita sadar betapa pentingnya berhati-hati menggunakan akun media sosial kita. Kuncinya ada tiga: tidak gampang mengunggah (posting), tidak gampang menelan informasi, dan tidak gampang membagikan, sebelum benar-benar dipastikan konten itu benar dan membawa maslahat. Benar saja seringkali tidak cukup, tanpa jaminan bahwa konten tersebut juga tidak akan menimbulkan mudarat.


Maka pantaslah Rasulullah mengingatkan,


‎وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَـصْمُتْ


Artinya: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam” (HR al-Bukhari).


Pesan mahapenting dalam hadits ini terlihat dari dikaitkannya perintah untuk berhati-hati dalam berkata dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir. Di era media sosial seperti sekarang, bunyi instruksinya kira-kira selaras dengan nasihat seperti ini, “Jika tidak bisa membuat konten atau komentar yang baik di media sosial, maka berhentilah bermedia sosial. Itu berdampak pada kesempurnaan imanmu.”


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Salah satu godaan yang paling sukar dihindari oleh pengguna media sosial adalah berkomentar atau menanggapi semua hal, terutama terkait isu yang sedang viral. Masalah muncul ketika mereka mengabaikan otoritas atau kelayakan diri untuk berkomentar. Padahal, setiap topik pembicaraan memiliki ahli masing-masing. Ahli medis layak bicara tentang kesehatan, ahli fiqih pantas bicara soal hukum Islam, pakar ilmu politik layak bicara tentang politik. Tidak sepantasnya siapa saja bebas bicara apa saja di luar kapasitasnya. Inilah yang dinamakan menggunakan kebebasan secara tidak bertanggung jawab, yakni ketika para amatir ikut berkomentar sembarangan tentang apa yang tidak dikuasainya.

 

Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al Isra' ayat 36:

 

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

 

Artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya".


Imam al-Ghazali dalam kitab Faishilut Tafriqah bainal Islâm wal Zindiqah juga pernah mengingatkan dampak buruk orang-orang tanpa keahlian ikut merespons isu. Beliau berujar,

 
 ‎لِأَجْلِ الجُهَّالِ كَثُرَ الخِلَافُ بَيْنَ النَّاسِ
‎وَلوْ سَكَتَ مَنْ لَايَدْرِيْ لَقَلَّ الخِلَافُ بَيْنَ الخَلْقِ


Artinya: "Karena orang-orang bodohlah terjadi banyak kontroversi di antara manusia. Seandainya orang-orang tanpa keahlian berhenti bicara, niscaya berkuranglah perselisihan di antara sesama."


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Di bulan Ramadhan ini kita seyogianya bisa merenung, sejauh mana kualitas kita selama ini dalam menanggapi suatu hal di media sosial atau di mana saja. Sudah sesuaikah dengan kapasitas kita? Besar mana antara maslahat dan mudarat yang ditimbulkannya? Bukankah ini momen yang tepat untuk puasa komentar tentang apa saja?


Puasa komentar tidak berarti mesti berhenti total berkomentar atau bermedia sosial. Selayaknya bulan puasa Ramadhan yang tetap membolehkan kita makan dan minum di waktu tertentu (waktu berbuka), komentar di media sosial pun demikian. Sebagai bentuk tanggung jawab dan kehati-hatian, sebaiknya kita membatasi diri berkomentar hanya pada: (1) isu yang benar-benar kita kuasai, (2) fakta yang sudah jelas validitasnya, dan (3) topik pembicaraan yang menyangkut kemaslahatan banyak orang.


Dengan puasa semacam ini, kita secara tidak langsung telah menjalankan imsak atau semangat menahan diri sebagai esensi puasa. Kita juga turut membendung konten negatif yang berseliweran di beranda medsos, serta membersihkan konten dari unsur adu domba, fitnah, ujaran kebencian, ghibah,dusta dan manipulasi.


Semoga Ramadhan kali ini kian menjernihkan hati dan akal kita dari sampah informasi, provokasi, dan keangkuhan yang membuat seseorang tidak tahu diri. Ya Allah, tuntunlah pikiran dan jari-jari kami ke jalan yang Engkau ridhai!


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إلىَ رِضْوَانِهِ.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا


أَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلَآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


  اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَآءُ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.  اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Mahbib Khoiron


Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara NU Online dan UNDP