Khutbah

Khutbah Jumat: Empat Tujuan Diciptakannya Lisan

Jum, 2 Juli 2021 | 14:00 WIB

Khutbah Jumat: Empat Tujuan Diciptakannya Lisan

Ilustrasi (via inc.com)

Naskah khutbah Jumat kali ini mengajak kepada khalayak untuk mengingat kembali hakikat penciptaan lisan oleh Allah ﷻ. Dengan ini diharapkan kita semua mampu menjaga lisan untuk tidak berkata buruk. Termasuk di era media sosial saat ini, saat lisan kita digantikan oleh jari-jemari kita, maka sudah seharusnya digunakan bukan untuk mengunggah hal-hal buruk di media sosial.


Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Empat Tujuan Diciptakannya Lisan". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)


Khutbah I


اَلْحَمْدُ للهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اَنْعَمَنَا بِنِعْمَة الْاِيْمَانِ وَ الْاِسْلَامِ وَ أَعْطَىنَا اللِّسَانَ بِاَفْصَحِ الْكَلَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الرَّحْمٰنُ وَ أَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَ حَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الْكِرَامُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى اٰلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَ قُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا. وَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ.


Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah ,
Marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah ﷻ karena manusia terbaik di sisi Allah ﷻ adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Dan marilah kita wujudkan ketakwaan ini dengan senantiasa menjalankan segala perintah Allah ﷻ dan menjauhi segala yang dilarang Allah ﷻ .

 

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah ,
Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali al-Thusi menyampaikan dalam Bidayatul Hidayah, bahwa ada empat hal tujuan diciptakannya lisan oleh Allah ﷻ .


Pertama, memperbanyak dzikir, ingat kepada Allah ﷻ . Hal ini sebagai bentuk kita bersyukur kepada-Nya yang telah memberikan begitu banyak nikmat. Banyaknya menyebut asma-Nya dan mengingat-Nya dengan berdzikir, juga merupakan wujud cinta kita kepada-Nya. Sebab, pepatah mengatakan bahwa semakin kita cinta, semakin kita akan sering menyebut-nyebut namanya. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. mengingatkan bahwa hamba yang paling utama derajatnya di sisi Allah ﷻ pada hari kiamat nanti adalah mereka yang banyak berdzikir kepada Allah ﷻ .


Imam Abul Hasan al-Wahidi mengutip pernyataan Ibnu Abbas, mengatakan bahwa maksud dari hadits tersebut adalah berdzikir kepada Allah di berbagai kesempatan seperti usai shalat, tidur, bangun dari tidur, setiap makan dan juga saat istirahat.


Kedua, membaca Al-Qur’an. Hal ini penting untuk dapat menuntun kita ke jalan agama Allah ﷻ yakni agama Islam. Membaca Al-Qur’an juga memberikan kita begitu banyak pahala, meskipun kita tidak memahami kandungan dari ayat-ayat yang kita baca. Memperbanyak membaca Al-Qur’an juga akan memberikan kita syafaat kelak di hari kiamat. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda:

 

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sebaik-baiknya orang di antara kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya".


Ketiga, memberikan petunjuk bagi makhluk Allah ﷻ mengenai agamanya yang benar, yang dijalankan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, yakni agama Islam.


Keempat, menyampaikan kebutuhan agama dan dunia kita. Dalam arti belajar dan melakukan sesuatu keduniaan untuk memenuhi persyaratan peribadatan kita kepada-Nya. Termasuk soal keduniaan, kita bekerja untuk memperoleh bekal makan sebagai sarana agar kuat dalam beribadah.


Jika lisan tidak digunakan untuk selain empat hal tersebut, maka tidak ada pilihan lain kecuali diam. Sebab, jika lisan tidak digunakan sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka hal tersebut merupakan bentuk kufur nikmat.


Oleh karena itu, marilah kita gunakan lisan sesuai dengan tujuannya atau lebih baik diam saja. Allah ﷻ pun berfirman dalam QS Al-Ahzab: 70:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian dan berkatalah (dengan) hal-hal baik."


Dalam ayat lain, Allah ﷻ  berfirman:
 

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

"Tidak sekali-kali seorang manusia berbicara sepatah kata pun kecuali di sampingnya terdapat Raqib dan Atid" (QS Qaf: 18).


Artinya, jika bukan hal baik yang disampaikan, lebih baik diam, tidak malah mengatakan hal-hal yang buruk. Sebab, ada dua malaikat yang selalu siap sedia mencatat segala perkataan kita.


Jamaah Jumat sekalian yang dimuliakan Allah ﷻ ,

Rasulullah Saw bersabda sebagaimana dikutip al-Imam al-Hafidz Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi dalam Lubabul Hadits:


مَنْ صَمَتَ نَجَا

“Siapa yang diam, maka dia selamat.”


Syekh al-Alim al-Allamah Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani menjelaskan hadis tersebut dalam kitab Tanqihul Qaulil Hatsits fi Syarhi Lubabil Hadits bahwa diam dari bicara, tidak ngomong memang tidak memberikan pahala terhadap orang tersebut. Akan tetapi, dia dapat selamat dari siksa Allah ﷻ. Sebab, dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Ibn Umar radliyallahu ‘anhuma, disabdakan: “Siapa yang banyak bicara, dia banyak salah. Siapa banyak salah, maka banyak dosanya. Siapa banyak dosanya, tentu neraka lebih utama baginya.”


Oleh karena itu, hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah ﷻ,

Mari kita upayakan untuk tidak perlu banyak bicara. dalam konteks kekinian, kita tidak perlu banyak mengunggah status di media sosial. Sebab, Luqman pernah berkata kepada anaknya, bahwa jika bicara merupakan bagian dari perak, maka diam adalah emas. Artinya, sebagaimana disebutkan Ibnul Mubarak, jika berbicara dalam ketaatan kepada Allah adalah perak, maka diam dari maksiat kepada Allah adalah bagian dari emas.


اِذَا مَا اضْطُرِرْتَ اِلَى كَلِمَةٍ * فَدَعْهَا وَ بَابَ السُّكُوْتِ اقْصِدِ

فَلَوْ كَانَ نُطْقُكَ مِنْ فَضَّةٍ * لَكَانَ سُكُوْتُكَ مِنْ عَسْجَدٍ

Artinya: "Jika tidak terpaksa untuk bicara sepatah kata, maka tinggalkanlah dan diamlah!. Jika pun pembicaraanmu merupakan bagian dari perak, maka sungguh diammu itu bagian dari emas"


Jamaah Jumat sekalian,
Dalam kitab lain, Syarh Muraqil Ubudiyah ala Matni Bidayatil Hidayah, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa diam mengandung 7.000 kebaikan yang terangkum dalam tujuh kalimat berikut.

1.    Diam adalah ibadah tanpa usaha
2.    Perhiasan tanpa permata
3.    Kemuliaan tanpa raja
4.    Benteng tanpa penjaga
5.    Tidak butuh alasan manusia
6.    Memperoleh kemuliaan malaikat Katibin
7.    Tirai aib-aibnya


Oleh karena itu, mari kita jaga lisan kita, jaga jari-jemari dan lisan kita untuk menjalankan empat hal yang tadi telah dijabarkan. Jika tidak, maka tahan lisan kita untuk berbicara dan  jemari kita dari mengunggah hal-hal buruk di media sosial dengan diam.

 

Demikian khutbah yang saya sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Amin


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَ لَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَ نَفَعَنِي وَ اِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَ تَقَبَّلَ مِنِّيْ وَ مِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَ لَكُمْ وَ لِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَ يَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ


Khutbah II


اَلْحَمْدُ للهِ الْمَنَّانِ. وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلٰى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ. وَ عَلٰى اٰلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى أٰخِرِ الزَّمَانِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الرَّحِيْمُ الرَّحْمٰنُ وَ أَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَ حَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا الَّذِيْ أُنْزِلَ عَليْهِ الْقُرْاٰنُ.
أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَ بَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ وَ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَ عَنِ السِّتَّةِ الْمُتَمِّمِيْنَ لِلْعَشَرَةِ الْكِرَامِ. وَ عَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَ التَّابِعِبْنَ وَ تَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَ الطَّاعُوْنَ وَ الْاَمْرَاضَ وَ الْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا هٰذَا خَاصَّةً وَ عَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الْاِحْسَانِ وَ يَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ  


Syakir NF, Alumnus Pondok Buntet Pesantren Cirebon



Baca naskah khutbah lainnya: