Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Momentum Menebar Islam Rahmatan lil Alamin

Rab, 13 Juni 2018 | 09:30 WIB

Khutbah I


اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَاَبْدَرَ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرْ اللهُ اَكْبَرْكُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَاَمْطَرْ وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَاَزْهَرْوَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَرْ. اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ. اللهُ اَكْبَرْ. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ


Ma’asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Id hafidhakumullah,

Alhamdulillah, rasa syukur terpanjatkan kepada Tuhan semesta alam, Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kepada kita kekuatan untuk terus melangkah dan menyebarkan nilai-nilai kebaikan kepada alam semesta. Shalawat beriring salam kita sampaikan kepada Nabi akhir zaman, pembawa kedamaian, penuh cinta kasih, penyebar risalah rahmah bagi alam  semesta. Beliaulah Rasullullah, Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumil qiyamah nanti. Semoga kita menjadi hamba yang mendapatkan syafaatnya kelak di hari pembalasan. Amin ya Allah ya Rabbal Alamin.


Pagi ini segenap kaum muslimin di persada negeri menunaikan shalat dan merayakan Idul Fitri dengan khusyuk dan penuh kepasrahan. Gema takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih berkumandang di segenap cakrawala dengan segala  kerendahan hati dan penuh pengharapan dari setiap insan beriman. Semuanya berpusat dan bermuara sebagai wujud ibadah untuk mendekatkan diri kepada dzat Ilahi guna meraih ridha dan anugerah Allah yang maha penyayang dan maha
bijaksana.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, ALlahu Akbar Walillahil Hamd. Ma’asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Id hafidhakumullah,

Ramadan telah mendidik dan mengajarkan kepada kita banyak hal, agar kelak menjadikan kita pribadi yang bertakwa. Pribadi yang bertakwa akan menghasilkan efek yang sangat kuat, bukan hanya pada diri sendiri (individu) tetapi juga kepada masyarakat (sosial). Diantara indikator orang-orang yang bertaqwa sebagaimana di dalam Al-Quran, Allah berfirman:


الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ . وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan, dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali Imran: 134-135).


Indikator tersebut Allah berikan sebagai bukti, bahwa takwa bukan hanya melekat kepada diri manusia sendiri, namun juga dapat berefek kepada sekitarnya. Menafkahkan harta, menahan amarah, memaafkan kesalahan orang lain, berbuat kebajikan merupakan bagian dari kesalehan sosial,buah dari ketakwaan. Sementara memohon ampun atas segala perbuatan keji serta tidak mengulanginya lagi merupakan kesalehan individu kepada Tuhannya, yang telah menciptakannya ke alam dunia ini. Dengan begitu, sejatinya implikasi sebulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan menghasilkan pribadi-pribadi yang saleh secara individual, sekaligus saleh secara sosial.


Kaum Muslimin hafidhakumullah,


Kesalehan individual dan kesalehan sosial merupakan indikasi seseorang menjadi pribadi yang bertakwa. Implementasi kesalehan tersebut akan membentuk pribadi yang selalu berorientasi kepada rahmat (memberikan kasih sayang) kepada alam semesta. Sebagaimana orientasi Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad yakni sebagai pembawa risalah Rahmatan lil Alamin.

وَمَآ أَرْسَلْنَٟكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَٟلَمِينَ

”Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”  (Q.S. Al Anbiya: 107).


Ajaran Rasulullah yang berorientasi pada Rahmatal lil Alamin telah dibuktikannya sepanjang sejarah kerasulannya. Tiga hubungan yang saling keterkaitan yakni manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan manusia kepada alam sekitar telah diajarkan dalam ajaran dan risalah kerasulan Muhammad SAW.

“Wa'tashimu bihablillahi jami'an walaa tafarraqu" (Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai) merupakan ajaran Allah dan Rasul-Nya agar sesama umat Islam bersatu padu, senantiasa menghormati perbedaan yang terjadi. Tidak boleh menuduh seseorang sebagai orang kafir, munafiq, atau mengejek sesama muslim karena perbedaan itu. Apalagi menghalalkan darah dan kehormatan seorang muslim karena perbedaan pemahaman atau penafsiran sebuah teks. Ajaran untuk bersatu dalam ikatan agama inilah yang disebut dengan ukhuwwah Islamiyah.

Indikasi seseorang bersaudara dalam satu ikatan agama (ukhuwwah Islamiyah) terimplementasi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan seperti terlihatnya rasa persaudaraan. Salah satu indikasi persaudaraan adalah selalu berdamai ketika berinteraksi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, sebagaimana dalam firman Allah:


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

”Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al-Hujurat ayat 10).

Selain selalu berorientasi kepada perdamaian, indikasi ukhuwwah Islamiyah adalah adanya saling menghargai, dan berkarakter baik dalam menjalin hubungan. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Surat Al-Hijr ayat 88:


وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Berendah dirilah (sopanlah) kamu terhadap orang-orang yang beriman”.


Karakteristik sopan kepada sesama merupakan implementasi menjaga persaudaraan. Sesama muslim tidak boleh berkata kasar, bermuka masam, bersikap pongah, apalagi menghina, mencaci dan merendahkan harkat dan martabatnya. Terlebih tidak boleh menghalalkan darah seorang Muslim atas nama jihad di negeri yang damai ini.

Rahmatan lil Alamin juga dicerminkan dalam ajaran Islam yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW. Hal ini tercermin dalam kehidupan Rasulullah yang senantiasa berlaku baik pada setiap manusia, tanpa memandang jenis kelamin, suku, agama, dan golongan.Sebagaimana dalam hadits Shahih Muslim No.1596 diceritakan ketika Qais bin Saad ra. dan Sahal bin Hunaif RA sedang berada di Qadisiyah, tiba-tiba ada iringan jenazah melewati mereka, maka keduanya berdiri. Lalu dikatakan kepada keduanya: Jenazah itu adalah termasuk penduduk setempat (yakni orang kafir). Mereka berdua berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah dilewati iringan jenazah, lalu beliau berdiri.  Ketika  dikatakan: Jenazah itu Yahudi. Rasulullah SAW bersabda: Bukankah ia juga manusia?. Dan lebih lanjut beliau bersabda: "Kematian adalah suatu perkara yang menyedihkan dan dahsyat, sebab itu, apabila kamu melihat iring-iringan jenazah berlalu, kamu seharusnya berdiri sebagai suatu hadiah penghormatan".

Sikap Rasulullah kepada umat yang berbeda agama tersebut mencerminkan Rasulullah menghargai  sisi  kemanusian. Sikap tersebut merupakan sikap seorang yang humanis. Menjunjung tinggi sisi kemanusiaan. Sikap inilah  yang disebut dengan ukhuwah basyariyah/ insaniyah (persaudaraan sesama umat manusia). Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa perbedaan agama tidak menghalangi untuk menghormati dan berbuat baik kepada mereka. Apapun keyakinan seseorang terdapat satu persamaan, yaitu sebagai sesama ciptaan Allah SWT maka tidak dibenarkan dalam Islam untuk menyakiti mereka yang berbeda agama, apalagi sampai menghalalkan darah mereka, sebagaimana dilakukan oleh teroris beberapa waktu lalu.

Inilah contoh perilaku dan sikap Rasulullah dalam merawat sisi kemanusiaan (ukhuwah basyariyah/ insaniyah). Sehingga tidak dibenarkan dalam konteks ke-Indonesia-an, melukai umat yang berbeda agama. Sebab Indonesia adalah Negara damai (Darussalam). Barangsiapa yang melukai non muslim di Negara yang damai, maka sama saja melukai Nabi. Sebagaimana dalam sebuah hadits “Barangsiapa yang menyakiti orang dzimmi (nonmuslim yang berinteraksi secara baik), berarti dia telah menyakiti diriku. Dan, barang siapa menyakiti diriku, berarti dia menyakiti Allah. Man Adza Dzimmiyyan faqod adzani. Man adzani faqod azdallah.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd. Kaum Muslimin hafidhakumullah

Rahmatan lil Alamin dalam konteks konstitusi kenegaraan juga diterapkan oleh Rasulullah. Salah satunya melalui pencanangan Piagam Madinah. Beberapa pasal dalam piagam tersebut seperti pasal 16, 25, dan 46 dinyatakan bahwa kaum Yahudi yang mengikuti kita berhak mendapat perlindungan dan hak persamaan tanpa ada penganiayaan atas mereka dan tidak ditolong orang- orang yang menjadi musuh mereka. Bagi orang Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslimin agama mereka pula. Kaum Yahudi al Aus, sekutu dan diri mereka, memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini.

Piagam Madinah tersebut yang membebaskan  rakyatnya untuk memeluk agamanya tanpa gangguan,  serta mendapatkan perlindungan dari kaum Muslimin  ketika terjadi sesuatu yang membahayakan. Hal ini  merupakan bagian dari kasih sayang yang diatur dalam regulasi atau konstitusi tersebut. Konsep inilah yang disebut dengan ukhuwwan wathaniyyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air). Dalam berbangsa dan bernegara, setiap individu tanpa mengenal suku dan agama, semuanya berkewajiban menjaga hak dan kewajiban sesama anak bangsa. Saling melindungi dan memberikan kebebasaan untuk melaksanakan ibadah. Tidak ada paksanaan dalam beragama dan berinteraksi sosial. Maka mereka yang memaksakan kehendak untuk merubah sistem kenegaraan dan mendzalimi kaum yang berbeda dalam sebuah ikatan negara, tidak dibenarkan dalam Islam.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَذِكْرِ اْلحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ


Khutbah II


اَللهُ أَكْبَرُ 7×، اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


Dalam khutbah ke dua ini marilah kita implementasikan ketakwaan kita sebagai hasil dari buah sebulan penuh kita menjalankan ibadah puasa. Buah dari ketakwaan adalah menjalankan risalah kenabian yakni menjadi penebar rahmat bagi semesta alam (Rahmatan lil Alamin). Akhirnya, marilah kita bermunajat kepada Allah Swt agar ketakwaan dapat kita raih, dan memberikan kebaikan, kemanfaat serta keberkahan dalam menjaga diri, agama, nusa dan bangsa.


اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ, وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag, Ketua Tanfidziyyah Pengurus Wilayah Nahdhatul Ulama (PWNU) Lampung, Rektor UIN Raden Intan Lampung



Baca juga:
    - Khutbah Idul Fitri: Pembentukan Jati Diri Pasca-Ramadhan
    - Khutbah Idul Fitri: Islam dan Tantangan Konsumerisme di Dunia Global
    - Khutbah Idul Fitri: Keseimbangan antara Kehambaan dan Kekhalifahan
    - Khutbah Idul Fitri: Tiga Manifestasi Syukur Sambut Hari Kemenangan