Kesehatan

Shalat dan Kesehatan Hormonal

Sel, 7 Maret 2023 | 15:00 WIB

Shalat dan Kesehatan Hormonal

Shalat (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj memiliki latar belakang dan hasil yang unik sekaligus berkaitan dengan pengelolaan kesedihan dan kesehatan. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum Isra’ dan Mi’raj berada pada kondisi yang dilanda kesedihan beruntun.


Setelah ditinggal pamannya, Beliau ditinggal juga oleh istri tercinta. Kehilangan dua orang penolong besar dalam kehidupannya membuat Nabi mengalami cobaan berat sehingga masa itu disebut sebagai tahun dukacita.


Seiring dengan beratnya masalah dan kesedihan yang dihadapi oleh seorang hamba, kesehatan bisa terpengaruh. Namun, selalu ada solusi yang disediakan sebagai bentuk kebijaksanaan Allah Subhanahu wa ta’ala bagi hamba-hamba-Nya. Maka, peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dialami oleh Nabi setelah itu akan menghasilkan suatu pertolongan besar sebagai jalan keluar dari kesulitan dan penderitaan.


Syariat shalat lima waktu yang disampaikan sebagai hasil Isra’ dan Mi’raj merupakan bentuk pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak hanya untuk Nabi, shalat sebagai pertolongan juga berlaku bagi umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Secara khusus, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan shalat sebagai media untuk meminta pertolongan sebagai berikut:


وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ


Artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (Q.S. Al Baqarah: 45)


Seperti apa wujud pertolongan Allah kepada umat nabi dalam bentuk shalat? Apakah shalat memiliki dimensi solusi terhadap kesedihan dan kesulitan hidup manusia sehingga dapat disebut sebagai penolong untuk hidup lebih sehat? Bagaimana pengaruh shalat terhadap hormon-hormon yang terlibat dalam kesedihan dan kecemasan seseorang?


Sesungguhnya shalat yang dilaksanakan tepat waktu akan mendatangkan pertolongan dan keselamatan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Makna keselamatan yang dikandung oleh shalat dalam ranah ilmu jiwa dan kesehatan tubuh dapat dicapai melalui keseimbangan hormon-hormon yang mempengaruhi sistem syaraf. Keseimbangan hormon ini akan mendorong terciptanya ketenangan hati dan kejernihan berpikir. Lebih lanjut ketika ketenangan pikiran tercapai berkat shalat, kondisi tubuh akan semakin sehat.


Mengapa demikian? Karena shalat yang telah ditetapkan waktunya memberikan stimulasi yang sangat luar biasa pada irama sirkadian atau siklus harian seorang manusia. Irama sirkadian adalah siklus fisiologi hormonal manusia mengikuti siklus harian matahari dan bulan. Sebagaimana yang dialami oleh manusia di dunia, waktu hidup selama 24 jam terbagi menjadi siang dan malam. Ketika beraktivitas di kedua waktu tersebut, zat-zat kimia dalam tubuh manusia membentuk irama khusus sehingga berpola tertentu.


Salah satu zat kimia yang berperan penting dalam pengaturan tubuh manusia adalah hormon. Zat kimia ini dihasilkan oleh berbagai kelenjar dan tersambung dengan sistem syaraf serta banyak sistem lainnya yang mengendalikan tubuh. Sadar atau tidak aktivitas manusia pada saat siang ketika ada cahaya matahari maupun pada waktu malam hari akan mempengaruhi kinerja dan kadar hormon-hormon di dalam tubuh.


Pada kondisi normal tanpa intervensi shalat, hormon Kortisol dan Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) akan naik dan turun membentuk sebuah kurva yang menyerupai huruf N. Puncak tertinggi hormon Kortisol dan ACTH akan tercapai ketika waktu Subuh ketika fajar akan menyingsing, sementara kadar terendahnya dicapai pada pukul 12 tengah malam.


Hormon Kortisol dan ACTH sendiri adalah hormon yang mengatur tingkat kecemasan dan kegelisahan manusia. Pada malam hari ketika manusia tertidur, tingkat kegelisahan menjadi berkurang dan kembali naik ketika fajar menyingsing. Maka sangat wajar jika seorang manusia merasa cemas dan gelisah karena yang akan dihadapinya pada hari baru itu berada di luar kendalinya (Azhar, Cara Hidup Sehat Islami, [Bandung, Tasdiqiya Publisher: 2015 M], halaman 128-131).


Secara biologis, waktu menjelang Subuh adalah masa-masa “berat” bagi sistem tubuh manusia. Pada saat itu, terjadi pengurangan jatah oksigen di atmosfer akibat adanya persaingan penggunaan oksigen dengan tumbuhan. Pada malam hari tumbuhan bernapas tetapi tidak berfotosintesis. Berbeda dengan siang hari di mana fotosintesis berlangsung dan cadangan oksigen pun senantiasa bertambah. 


Keadaan berakhirnya malam atau menjelang dini hari ini diperberat dengan adanya pengaruh gravitasi bulan. Daya tarik benda langit inilah yang mengakibatkan terjadinya gejolak dalam peredaran dan aliran darah menyerupai peristiwa terjadinya gelombang pasang air laut akibat gravitasi bulan. Darah pun mengental karena adanya sisa metabolisme tubuh yang bertumpuk. 


Kondisi berat itu akan dapat diperbaiki bahkan dioptimasi apabila rutin menjalankan shalat Subuh. Orang yang istiqamah menjalankan shalat Subuh tepat waktu, akan mengawali hari-harinya dengan kondisi dan keadaan hati yang jauh lebih tenang, ringan, dan bebas dari kecemasan.


Pada waktu tengah hari atau siang, Allah mensyariatkan shalat Zuhur. Shalat Zuhur berfungsi sebagai ajang optimalisasi pengendalian diri. Pada saat inilah ACTH dan Kortisol muncul dalam tubuh. Kondisi ini diikuti oleh optimalnya kadar hormon lainnya seperti Serotonin, Preopioid Melanocortin (POMC), Enkefalin, serta Endorfin. Sebaliknya, Dopamin dan Norepinefrin menurun kadarnya.


Dalam kondisi ini seseorang akan kehilangan selera terhadap hawa nafsunya karena kinerja sistem hormon di batang otaknya berkurang. Bagi orang yang shalat Zuhur dan shalatnya benar, pasti bisa merasakan hal ini setelah shalat. Wujud kondisi yang dirasakan adalah pikiran seolah melayang-layang, seperti mengantuk akan tetapi tidak tidur. 


Pada saat setelah Zuhur itulah sebenarnya saat yang tepat untuk menggunakan kemampuan akal dalam hal analisis dan logika. Mengapa? Karena saat itu otak dan sistem kecerdasan manusia tidak dipengaruhi secara dominan oleh nafsu. Akibatnya, produk-produk pikirannya bisa lebih ikhlas.


Shalat Ashar adalah shalat pada waktu aktivitas harian manusia mencapai titik optimal. Hormon yang mendukung kecerdasan kadarnya masih tinggi, sementara hormon sabar dan tidak egois juga mendominasi. Ketika shalat Ashar inilah potensi kerinduan manusia untuk berbuat baik akan tercurahkan. Maka ada baiknya jika kegiatan-kegiatan yang mengikutinya diarahkan untuk tujuan berlomba-lomba dalam kebaikan, saling menasihati, dan saling menegur secara konstruktif.


Shalat Maghrib dan Isya bersamaan dengan waktu yang ideal untuk berkontemplasi dan mengevaluasi diri. Dalam interval waktu ini, hormon takut mulai terbit dan menyentil perasaan manusia agar selalu ingat bahwa hidup di dunia hanya sementara. Oleh karena itu, setelah waktu shalat Isya merupakan waktu yang paling ideal bagi tubuh manusia untuk beristirahat. 


Apabila umat Islam mampu mengoptimalkan shalat lima waktu sehari semalam, insya Allah akan memiliki kesehatan hormonal. Kesehatan ini akan memudahkan manusia dalam menghadapi cobaan hidup sehari-hari seberat apapun. Sebagai syariat agung hasil peristiwa Isra’ dan Mi’raj, selayaknya hikmah shalat seperti yang diuraikan di atas mendapatkan perhatian yang lebih besar dari kaum muslimin. Wallahu a’lam bis shawab.


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker, pagiat farmasi, dan anggota MUI Cilacap.