Kesehatan

Kisah Pangeran Feng Chang dan Epilepsi yang Dideritanya

Kam, 12 Mei 2022 | 06:00 WIB

Kisah Pangeran Feng Chang dan Epilepsi yang Dideritanya

Salah satu karakter dalam drama Who Rule The World yang mengisahkan seorang pangeran dengan gangguan epilepsi dan mendapatkan stigma buruk. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Pertengahan Ramadhan 1443 H kemarin menjadi hari yang sangat di unggu-tunggu oleh penggemar serial drama Who Rule The World. Drama yang dibintangi oleh Yang Yang sebagai Pangeran Feng Lan Xi atau Hei Feng Xi dan Zhao Lusi sebagai Bai Feng Xi atau Putri Feng Xi Yun itu ditayangkan mulai 18 April 2022 di saluran WeTV dan 28 April 2022 di Netflix.


Drama dengan jumlah episode mencapai 40 itu diadaptasi dari novel Qing Lingyue berjudul Qie Shi Tian Xia merupakan sebuah serial drama China wuxia tentang kerajaan dan percintaan.


Pengurus Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU), dr Heri Munajib mengatakan secara kualitas jika diberi skor dari 0-10 maka nilai 8,85 layak disematkan pada drama ini. "Sangat recomended untuk ditonton. Adegan silatnya bagus, karakter yang main kuat, bucin-nya so pasti ada," kata Dokter Heri kepada NU Online, Senin (11/5/2022). 


Tidak sekadar memuji adegan dan penggarapannya, Dokter Heri juga mengungkapkan ada hal menarik lainnya jika dikaji dari sisi kesehatan, khususnya penyakit epilepsi.


"Hal menarik ketika menginjak episode kesembilan, di mana adegan saudara tertua dari Pangeran Feng Lan Xi yaitu pangeran pertama Feng Chang sedang mengalami serangan epilepsi. Saat kejang terjadi disertai mulut berbuih, lidah tergigit, dan tidak sadar. Sesaat sedang kejang Pangeran Feng Chang sempat mendapatkan pertolongan pertama dari Bai Feng Xi yang kebetulan sedang ada keperluan di Paviliun Ruyu," detailnya.


Ternyata, lanjut Dokter Heri, pangeran pertama Feng Chang memiliki riwayat penyakit epilepsi. Dalam drama dikisahkan, Pangeran Feng Chang adalah anak Ratu Baili yang dilahirkan saat Ratu Baili masih seorang selir. Begitu mengetahui anak pertamanya memiliki riwayat epilepsi, sang Ratu tidak percaya bahwa dia melahirkan seorang anak epilepsi, hingga sempat terjadi kejadian percobaan pembunuhan terhadap Pengeran Feng Chang.


Hal itu pun menyebabkan trauma yang sangat mendalam pada diri Pangeran Feng Chang saat kecil. Kejadian ini harus ditutup rapat. Orang umum tidak boleh mengetahui bahwa salah satu anak selir yang nantinya akan menjadi ratu kerajaan memiliki keturunan epilepsi.


Dikisahkan juga, hingga saat dewasa, siapa pun orang yang pernah melihat Pangeran Feng Chang sedang serangan epilepsi harus dibunuh. Alasannya, penyakit epilepsi tidak boleh dilihat oleh sembarang orang, apalagi bila penderita epilepsi adalah seorang pangeran pertama.


Keyakinan itu dibuktikan dengan membereskan dua pelayan laki-laki dan dua pelayan perempuan yang pernah melihat Pangeran Feng Chang sedang serangan epilepsi di pavilion Ruyu, dan Bai Feng Xi si cantik Zhao Lu Si juga masuk target pangeran untuk dibunuh.


Menurut Dokter Heri, adegan-adegan tersebut jika ditarik dari fakta dan fenomena bahwa epilepsi termasuk penyakit tua yang masih banyak stigma buruk disematkan terhadap pasien epilepsi.


"Ada yang bilang kesurupan roh, seperti anggapan orang saat melihat Pangeran Feng Chang sedang serangan epilepsi; hingga ada yang bilang menular sehingga saat pasien epilepsi sedang serangan tidak ada yang berani menolong, karena takut tertular ikut mengalami epilepsi kalau terkena busa atau liur dan air kencing pasien," ujarnya.


Dokter Heri Munajib membeberkan, ada 50 juta pasien epilepsi tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 85 persen di antaranya hidup di negara sedang berkembang. Dengan perjalanan panjang penyakit epilepsi ini, stigma terhadap pasien epilepsi tidak banyak berubah. Hal ini, ujar dia, sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat tentang epilepsi, tingkat pendidikan dan budaya setempat, sementara hal ini sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup pasien epilepsi.


Ketika muncul pertanyaan apakah epilepsi adalah penyakit turunan maka jawabannya adalah tidak semua. "Pada beberapa kasus herediter yang diturunkan adalah 'kerentanan tubuh' untuk mengalami kejang, sama halnya dengan penyakit diabetes, hipertensi dan asma," terang dia.


Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Muhammad Faizin