Syariah

Ketentuan Ziarah Kubur Bagi Perempuan Haidh

Kam, 18 Agustus 2022 | 10:00 WIB

Ketentuan Ziarah Kubur Bagi Perempuan Haidh

Ziarah bagi perempuan pada dasarnya boleh

Salah satu tradisi Nusantara dan tidak bertentangan dengan syariat ialah ziarah kubur. Praktik ziarah kubur ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Nusantara dengan mengunjungi makam orang tua mereka atau kerabat demi mendoakan ahli kubur. Ada juga ziarah yang dilakukan dalam rangka mengais tsawab keberkahan dari orang-orang saleh terdahulu seperti perjalanan ziarah Wali Songo.


Melalui pendekatan sejarah, secara hukum Islam awalnya ziarah kubur dilarang dilakukan pada saat awal-awal Islam disyiarkan. Pertimbangannya, saat itu Rasulullah saw masih khawatir dengan keimanan para Sahabat yang baru saja transfer keimanan dari agama jahiliyah ke agama Islam.


Takutnya, kalau diizinkan berziarah, bisa jadi sahabat akan menganggap sosok yang sudah dikuburkan bisa memberikan kemanfaatan atau kemudharatan bagi mereka. Tentu saja hal tersebut adalah perilaku syirik yang mesti dihindarkan, mengingat yang bisa memberikan kemanfaatan dan kemudharatan hanyalah Allah swt. semata.


Lambat laun, sesudah Nabi Muhammad Saw. memandang bahwa iman para Sahabat telah kuat, Nabi kemudian mengizinkan mereka untuk berziarah:


كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرً


Artinya, “Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi sekarang berziarahlah kalian, sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan (air) mata, mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk (pada saat ziarah).”


Dari hadis diatas bisa kita pahami  bahwa Rasulullah Saw. mengizinkan umat Islam untuk berziarah, dengan harapan agar hati umat Islam menjadi lunak, mata mereka meneteskan air mata taubat dan membuat mereka ingat akan akhirat. Nabi juga memberi peringatan agar para peziarah tidak berkata buruk pada saat berziarah.


Khusus bagi perempuan yang berziarah kubur, pernah suatu ketika Nabi memberikan larangan kepada mereka untuk melakukannya. Hal tersebut dapat kita simak dalam hadis berikut:


لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ


Artinya: “Rasulullah Saw melaknat para wanita yang sering berziarah kubur”. (HR. Ibnu Majah no. 1641, 1642, 1643; Tirmidzi no. 1076; dan Ahmad no. 8904.)


Meski demikian, Ummu Athiyah pernah memberikan komentar bahwa seolah larangan Nabi tersebut tidak terlalu serius, beliau menyatakan:


نُهِينَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا


Artinya: “Kita dilarang untuk mengikuti jenazah (ke pemakaman), namun beliau tidak bersungguh-sungguh (dalam melarang).”


Penyebab mengapa Rasulullah pernah melarang perempuan berziarah nampaknya bisa kita simak dalam hadis lainnya seperti riwayat Anas bin Malik berikut:


مَرَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِامْرَأَةٍ تَبْكِى عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ « اتَّقِى اللَّهَ وَاصْبِرِى » . قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّى ، فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِى ، وَلَمْ تَعْرِفْهُ . فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَتَتْ بَابَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ . فَقَالَ « إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى »


Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur. Rasulullah berkata, ’Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!’ Wanita tersebut berkata, ’Menyingkirlah dariku, karena kamu tidak tertimpa musibah sepertiku’. Wanita tersebut tidak mengetahui bahwa itu adalah Nabi. Lalu dia diberitahu bahwa yang menegurnya adalah Nabi, maka dia kemudian mendatangi rumah beliau. Dia tidak mendapati penjaga di rumah beliau. Dia berkata, ‘Aku tidak mengetahui bahwa itu engkau.’ Maka Nabi berkata, ‘Kesabaran itu hanyalah di awal musibah’”. (HR. Bukhari no. 1283 dan Muslim no. 2179).


Dari hadits di atas bisa kita simpulkan bahwa jika Nabi hendak secara tegas melarang perempuan berziarah, tentunya Nabi akan langsung mengusir perempuan tersebut dari area kuburan. Namun Nabi hanya menyuruhnya bersabar. Maka dalam hal ini yang lebih tepat ialah jika dikatakan bahwa larangan perempuan berziarah itu adalah apabila ada kemungkinan bahwa perempuan tersebut akan menangis histeris menandai ketidakrelaannya akan takdir Allah.


Sebuah hal yang sebelumnya telah dilakukan oleh perempuan-perempuan jahiliyah dimana ketika ada yang meninggal, mereka akan menangis meraung-raung bahkan hingga menyobek baju yang mereka kenakan.


Sebaliknya, jika dipastikan bahwa perempuan tersebut akan bisa mengendalikan dirinya saat berziarah, maka hukumnya adalah boleh-boleh saja.


Lantas bagaimana jika perempuan tersebut sedang dalam keadaan haidh? Boleh atau tidak baginya untuk berziarah? Syariat Islam dalam hal ini menegaskan bahwa bagi seseorang yang sedang haidh, maka hal-hal yang tidak diperkenankan baginya ialah salat, puasa, berhubungan badan, membaca Alquran atau menyentuh mushaf, dan tawaf.


Ziarah kubur tidak disebutkan oleh syariat sebagai hal yang dilarang saat perempuan sedang haidh. Oleh karena itu sah-sah saja bagi mereka untuk berziarah asalkan tetap mengikuti aturan yakni tidak boleh melakukan tindakan-tindakan jahiliyah sebagaimana yang telah disebutkan di atas seperti menangis meraung-raung yang mengindikasikan seolah ia tak terima dengan takdir Allah.


Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa biasanya dalam acar ziarah kubur, kita membaca ayat-ayat Al-Quran, zikir, dan doa-doa. Seorang perempuan haidl tentu saja tidak diperkenankan membaca ayat-ayat Alquran saat ziarah karena hal tersebut tidak diperbolehkan. Sementara untuk zikir dan doa masih tetap diperbolehkan. Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bis shawab.


Ibnu Syahroji atau biasa dipanggil Ustadz Gaes, tinggal di Jakarta