Syariah

Hukum Mencium Mayat Orang Saleh

Jum, 3 Februari 2017 | 13:02 WIB

Kehilangan orang saleh dan orang berilmu termasuk musibah besar bagi penduduk dunia. Apalagi yang meninggal itu seorang ulama besar dan kharismatik. Belum tentu pada tahun-tahun berikutnya akan muncul lagi orang seperti itu. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah disebutkan, Allah tidak akan mencabut ilmu secara langsung dari manusia, tetapi ilmu akan hilang dengan wafatnya ulama. Sebab itu, tidak berlebihan bila dikatakan kematian orang saleh dan berilmu sebagai musibah.

Pada saat mereka meninggal, baik orang saleh maupun ulama, sebagian besar orang, terutama murid-muridnya, berusaha untuk mencium wajah dan tangannya sebagai bentuk tabarrukan. Fenomena ini sudah lazim ditemukan di tengah masyarakat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah ketika salah seorang sahabatnya meninggal dunia. Dikisahkan dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW mencium Utsman Ibn Madh’un ketika dia meninggal (HR Abu Dawud). ‘Aisyah mengisahkan, Abu Bakar juga pernah mencium Rasulullah SAW pada saat Beliau meninggal (HR Al-Bukhari).

Berdasarkan riwayat ini, para ulama mengatakan bahwa mencium jenazah orang shaleh  hukumnya disunnahkan. Pendapat ini disebutkan al-‘Ujaili dalam Hasyiyah al-Jamal:

والحاصل أنه إن كان صالحا ندب تقبيله مطلقا وإلا فيجوز بلا كراهة لنحو أهله وبها لغيرهم وهذا محله في غير من يحمله التقبيل على جزع أو سخط كما هو الغالب من أحوال النساء وإلا حرم.

Artinya, “Kesimpulannya, disunahkan mencium wajah orang saleh secara mutlak. Andaikan mayat tersebut bukan orang saleh, tetap dibolehkah menciumnya bagi keluarganya dan dimakruhkan bagi orang lain. Kebolehan ini berlaku selama tidak menimbulkan kegelisahan dan kemarahan saat menciumnya sebagaimana lazim terjadi pada perempuan. Bila menciumnya dengan sangat emosional dan marah, maka hal itu dilarang.”

Mencium mayat orang saleh disunahkan oleh mayoritas ulama. Anggota tubuh yang disunahkan menciumnya menurut sebagian ulama adalah anggota sujud, seperti kening. Adapun selain orang saleh, tetap kebolehan ini berlaku dan tidak dihukumi makruh selama dia masih bagian dari keluarga almarhum. Dimakruhkan hukumnya bagi orang lain yang bukan bagian dari keluarga.

Kendati dibolehkan, perlu digarisbawahi, orang yang mencium itu harus sejenis dengan mayat, maksudnya laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan, kecuali bila di antara mereka terdapat hubungan kekeluargaan. Khusus bagi perempuan, dilarang mencium mayat bila menimbulkan emosional, tangisan berlebihan, dan rasa putus asa. Wallahu a’lam (Hengki Ferdiansyah)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua