Internasional

Warga Nahdliyin di Korsel, Membawa Puasa Rasa Indonesia

NU Online  ·  Kamis, 30 Juni 2016 | 04:01 WIB

Warga Nahdliyin di Korsel, Membawa Puasa Rasa Indonesia

Masjid Sayyidina Bilal di Kota Changwon, Korsel.

Seoul, NU Online
Bulan Ramadhan atau yang biasa disebut sebagai bulan penuh ampunan dan rahmat. Bulan suci yang tidak dilewatkan begitu saja oleh kaum muslimin di seluruh dunia, tidak terkecuali Nahdliyin di Korea Selatan. Bulan dimana amal ibadah dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Bisa dikatakan bahwa seluruh kaum muslimin menjadikannya sebagai bulan yang spesial, meningkatkan amal ibadah serta berlomba untuk berbuat baik kepada sesama.

Jika di Indonesia kita sering mendengar istilah ngabuburit yaitu menunggu waktu berbuka sambil melakukan sesuatu, entah itu dengan membaca Al-Qur'an, mendengarkan pengajian-pengajian atau mungkin dengan berbagi takjil buka puasa, maka di Korea Selatan pun demikian. Di berbagai masjid dan musholla yang letaknya menyebar dalam dan luar kota digelar pengajian-pengajian. Ada yang sengaja memulainya setelah sholat ashar, ada pula yang hanya taushiyah singkat setengah jam sebelum waktunya berbuka puasa.

Adalah Masjid Sayyidina Bilal, sebuah masjid yang letaknya di kota Changwon. Perjalanan ke masjid ini sekitar empat sampai lima jam jika ditempuh dengan kendaraan dari Seoul. Ada  ustadz Masdain Rifai  MA menjadi imamnya, yaitu salah satu ustadz yang didatangkan dari Indonesia  oleh PCINU Korea Selatan dengan kerjasama Kyeongnam moslem community (KMC) untuk mengisi kegiatan Ramadhan. Ustadz yang kesehariannya mengajar di salah satu madrasah di Jakarta ini bahkan rencananya diminta untuk  menetap di Korea Selatan selama  satu tahun.

Suasana Ramadhan ala Indonesia terasa kental di masjid ini. Karena selain sebagian besar jama'ahnya adalah orang Indonesia, masjid ini juga dihidupkan dengan kajian-kajian keagamaan Ahlussunnah wal Jamaah yang disampaikan secara santun dan penuh makna oleh Ustadz Masdain.

Kajian demi kajian disampaikan kepada para jamaah menggunakan metode pesantren salaf, seakan mengajak para mustami'in masuk ke dunia pesantren. Tetapi meskipun demikian, Ustadz Masdain juga membahasa masalah-masalah kekinian khususnya yang berkaitan dengan keseharian WNI di Korea Selatan.

Belum afdhal rasanya kalau perkumpulan WNI tidak disertai makanan Indonesia. Di masjid ini sengaja  disediakan menu takjil  dan berbuka sesuai dengan selera jama'ah Indonesia. Terlihat sesekali ada Kolak dan Soto. "Kebersamaan dan menu masakan Indonesia seperti ini yang membuat kami serasa di negeri sendiri," kata seorang jamaah yang ikut aktif di masjid Sayyidina Bilal. (Imam Sibaweh/Fathoni)