Beijing, NU Online
Pemerintah China berencana mengundang para diplomat dari negara-negara Uni Eropa (UE) untuk datang secara langsung ke Xinjiang. Akan tetapi, belum disebutkan kapan tanggal pastinya agenda tersebut akan dilaksanakan, siapa saja yang akan diundang, siapa saja yang akan ditemui, dan tempat mana saja yang akan dikunjungi. Belum jelas juga negara-negara UE mana saja yang bakal menerima undangan itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan, rencana tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas kepada negara-negara UE tentang perkembangan sosial dan ekonomi di Xinjiang.
“Untuk meningkatkan pemahaman pihak Eropa tentang pencapaian Xinjiang dalam pembangunan ekonomi dan sosial, dan mempromosikan pertukaran dan kerja sama bilateral, China berencana dalam waktu dekat untuk mengundang utusan Eropa yang berbasis di China untuk mengunjungi Xinjiang,” kata Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Reuters, Rabu (20/3).
Dalam beberapa bulan, bahkan tahun, terakhir, wilayah Xinjiang menjadi sorotan dunia internasional. Pasalnya, sebagaimana laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Human Right Watch, sejuta lebih Muslim Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang dilaporkan mengalami penindasan oleh otoritas China dengan dimasukkan ke dalam kamp-kamp pelatihan.
Pemerintah China beberapa kali menyangkal tuduhan itu. Otoritas China menyebut, kamp-kamp itu bukanlah tahanan penindasan sebagaimana yang dituduhkan, namun itu adalah kamp-kamp pendidikan ulang dan pelatihan advokasi untuk mereka yang terpapar paham radikalisme.
Duta Besar (Dubes) China untuk Indonesia Xiao Qian yang berkunjung ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta pada Senin (24/12/2018) lalu, menegaskan, persoalan di Xinjiang adalah persoalan separatisme.
“Tapi demikian masih ada segelintir oknum yang berencana memisahkan Xinjiang dari Tiongkok dengan menggunakan tindakan kekerasan, bahkan terorisme,” kata Dubes Qian melalui penerjemahnya.
Terkait dengan kelompok-kelompok separatis seperti itu, kata Dubes Qian, China mengambil beberapa langkah kebijakan. Diantaranya mengadakan program pendidikan dan vokasi sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mendapatkan kerja dan memperoleh gaji yang stabil. (Red: Muchlishon)