Tewaskan Jenderal Iran, Pakar: AS Langgar Hukum Humaniter Internasional
NU Online · Rabu, 8 Januari 2020 | 12:50 WIB
“Dari sisi hukum humaniter internasional atau hukum perang, Amerika Serikat telah melanggar aturan. Masyarakat internasional mempunyai kewajiban moral untuk membawa Donald Trump ke International Court of Justice sebagai penjahat perang,” ujar Najih kepada NU Online, Rabu (8/1).
Pria yang juga alumnus Universitas Kuftaro Damaskus, Suriah ini tidak memungkiri bahwa yang dilakukan AS tidak terlepas dari doktrin pre-emptive strike (pencegahtangkalan).
“Ideologi atau doktrin pre-emptive strike harus dihentikan. Ideologi seperti ini berbahaya bagi negara berdaulat mana pun termasuk Indonesia,” jelas Najih.
“Dampak apa yang Amerika Serikat lakukan terhadap Iran ini bisa memunculkan konflik yang meluas dan berkepanjangan,” imbuh pria yang juga Sekjen Alumni Syam Indonesia (Alsyami) ini.
Ia memaparkan, dampak yang bisa terjadi bukan hanya konflik bersenjata, tapi juga efek lanjutan seperti krisis energi, meroketnya harga minyak, dan seterusnya yang menimbulkan efek domino di mana Indonesia akan ikut terdampak.
Seperti dikutip dari BBC, Jenderal Qasem Soleimani tewas dalam serangan drone di Baghdad, Irak, pada Jumat (3/1) atas perintah Presiden AS Donald Trump.
Soal pembunuhan Jenderal Soleimani, AS berdalih bahwa Soleimani bertanggung jawab atas serangan tanpa alasan terhadap pasukan Amerika di Irak. Pasukan tersebut ditempatkan di sana atas permintaan pemerintah Irak.
Sementara itu, Washington mengklaim bahwa Soleimani telah menewaskan banyak personel militer AS. Sementara organisasi Quds yang ia pimpin dipandang AS sebagai organisasi teroris. AS mengikuti narasi legal tersebut untuk menewaskan Soleimani.
Namun, atas dalih dan klaim AS itu, pakar hukum internasional ternama, Profesor Mary Ellen O'Connell dari Sekolah Hukum Notre Dame, punya pandangan ini tentang implikasi hukumnya.
"Serangan pendahuluan atas nama membela diri tidak bisa menjadi pembenaran legal atas pembunuhan. Tidak ada yang bisa. Hukum yang relevan adalah Piagam PBB, yang mendefinisikan pembelaan diri sebagai hak untuk merespons serangan bersenjata yang aktual dan signifikan," ujar Mary Ellen O'Connel dikutip BBC.
Prof Mary menegaskan, penggunan drone untuk membunuh Jenderal Iran Qasem Soleimani di Baghdad bukan merupakan respons terhadap serangan bersenjata terhadap AS. Karena Iran tidak menyerang wilayah kedaulatan AS.
"Dalam kasus ini, AS tidak hanya telah melakukan pembunuhan di luar proses hukum, mereka telah melancarkan serangan yang melanggar hukum di dalam Irak," tegasnya.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua