Jakarta, NU Online
Ketua Indonesia Humanitarian Alliance (IHA) atau Aliansi Kemanusiaan Indonesia M Ali Yusuf mengatakan, untuk menyatakan apakah Myanmar telah melakukan pelanggaran kemanusiaan atau tidak maka harus dibuktikan.
“Tapi selama ini belum ketemu fakta yang menunjukkan Myanmar melakukan pelanggaran kemanusiaan. Masih dugaan-dugaan,” kata Ali di Jakarta, Senin (19/3).
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) ini menyebutkan, yang tidak kalah penting adalah bagaimana memikirkan masa depan nasib etnis Rohingya.
“Solusi jangka panjangnya seperti apa,” tegasnya.
Menurut Ali, kalau seandainya Myanmar terbukti bersalah dan dihukum embargo dunia internasional, itu belum tentu menjamin Rohingya bakal kembali diterima Myanmar. Perlu pendekatan dan upaya persuasif dalam menangani konflik Myanmar dan Rohingya ini untuk menghasilkan solusi yang menyeluruh.
Bagi Ali, Indonesia sudah memainkan peranan yang baik dalam merespons konflik Myanmar dan Rohingya. Di satu sisi, pemerintah Indonesia mengkritik, memberikan masukan, dan membangun kerjasama dalam berbagai bidang dengan pemerintah Myanmar. Di sisi yang lain, Indonesia juga terus mengirimkan bantuan untuk para pengungsi Rohingya di Bangladesh.
“Yang terpenting, PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) atau aktivis HAM tidak hanya mengatakan ini melanggar, ini tidak tapi juga memikirkan nasib Rohingya,” terangnya.
“Belum ada loh negara yang mau menerima Rohingya apa adanya,” tambahnya.
Konflik horisontal
Ali menerangkan, saat ini konflik yang terjadi antara Rohingya dan Myanmar tidak lagi bersifat vertikal (Rohingya dengan pemerintah Myanmar), namun juga sudah bersifat horisontal (Rohingya dengan masyarakat Myanmar).
“(konflik yang terjadi) Bukan hanya pemerintah dengan Rohingya, tapi juga dengan masyarakat Myanmar,” jelasnya.
Bagi Ali, ini yang menjadi salah satu faktor mengapa proses repatriasi atau pemulangan warga Rohingya ke Myanmar tidak kunjung terwujud. (Muchlishon)