Internasional

Syahdunya Maulid Nabi di Turki

Kam, 30 Januari 2014 | 01:46 WIB

"Ya Nabi salam alaika
Ya Rasul salam alaika
Ya Habib salam alaika
Shalawatullah alaika"

<>
Bunyi rebana menggaung disetiap sudut ruang. Mulut yang mengalunkan sholawat berpacu dengan hati yang khusyuk. Mereka yang hadir merapal puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Ahad (26/1) menjadi hari istimewa bagi warga Nahdliyin di Turki. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Turki melangsungkan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW.

Acara yang dilaksanakan di dalam gedung PASIAD, Istanbul, ini dihadiri Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Istanbul Abdullah Hariadi Kusumaningprang, perwakilan PASIAD Mucahit Bey, serta perwakilan organisasi kemitraan di Istanbul.

Dalam sambutannya, Abdullah Hariadi menyatakan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan mahasiswa Indonesia di Istanbul selama itu bernilai positif. Ke depan ia berjanji akan mengadakan perayaan-perayaan Islam lain. “Tolong diingatkan kalau saya lupa,” ujarnya.

Datang pula memenuhi undangan “saudara jauh” dari PCINU Mesir. Dalam kesempatan ini, Ustadz Farid dari PCINU Mesir bersama Ustad Ulin Nuha dari PCINU Turki berkolaborasi membacakan barzanji. Kesyahduan bertambah ketika Ustadz Ulin membacakan arti lafal-lafal barzanji secara menggebu dari bait ke bait.

“Mereka yang anti dengan barzanji ini berarti belum memahami isi dari barzanji,” ungkapnya.

Dalam kesempatan tersebut Ustad Ahmad Ginanjar Sya’ban, pengurus Syuriah PCINU Mesir, berkenan membagikan ilmunya tentang maulid. Menurut dia, momen maulid Nabi ini sungguh tepat dilaksanakan di bumi Turki, mengingat barzanji juga berasal dari Kurdi, salah satu etnis penyusun bangsa Turki.

Saat itu barzanji dibacakan untuk membakar semangat tentara Islam menghadapi pasukan salib. Barzanji yang berisikan sirah nabawi dan syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW terbukti ampuh mengobarkan semangat jihad di dada tentara muslim. Setahun setelah pembacaan barzanji, tentara yang dipimpin oleh Salahuddin Al Ayyubi tersebut memenangi pertempuran.

Ustad Ginanjar juga menggambarkan keadaan di awal perkembangan Islam. Waktu itu bangsa arab dikenal sebagai bangsa tanpa peradaban. Bangsa yang jahil, amoral dan dipandang sebelah mata dibanding dengan dua kekuatan besar yang berkuasa, Romawi dan Persia. Kedatangan Nabi Muhammad benar-benar membalikkan keadaan. Hingga akhirnya dua negeri adi daya tersebut jatuh dalam kekuasaan islam.

Dia lalu mengibaratkan dengan keadaan sekarang. “Maaf, bukannya rasis. Misal saja di Papua terlahir seorang pembaharu.” Sontak hadirin tertawa. Pasalnya di sampingnya duduk wakil syuriah PCINU Turki yang lahir di Papua. “Kemudian Papua menjadi kuat hingga melahap kawasan-kawasan di sekitarnya. Australia, Filipina, hingga China menjadi propinsi di bawah Papua. Bahkan kemudian bahasa-bahasa mereka digantikan dengan bahasa Papua. Demikian lah keadaan Arab pada waktu itu.”

Acara maulid Nabi ini juga disiarkan melalui radio online PCINU Turki di www.pcinuturki.com/radio. (Ridho Ash-Shiddiqy/Mahbib)