Internasional

Setelah Ditembak Taliban 6 Tahun Lalu, Malala Kembali ke Pakistan

NU Online  ·  Kamis, 29 Maret 2018 | 10:00 WIB

Islamabad, NU Online
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Malala Yousafzai kembali ke negara asalnya Pakistan untuk pertama kali pada Kamis (29/3) setelah enam tahun lalu kelompok militan Taliban menembaknya karena telah mengadvokasi anak-anak perempuan untuk mengakses pendidikan.

Stasiun TV Pakistan Geo menujukkan rekaman bahwa Malala sedang berada di bandara internasional Islamabad dan berjalan menuju mobil yang dikawal oleh konvoi keamanan. 

Malala pulang kampung secara ‘diam-diam.’ Agenda kegiatannya selama di Pakistan juga belum dikonfirmasi secara terbuka. Namun media setempat melaporkan bahwa Malala akan berada di Pakistan selama empat hari dan bertemu dengan Perdana Menteri Shahid Khaqan Abbasi, pejabat sipil, dan militer tingkat tinggi lainnya. 

Dikutip The New York Times, Malal juga diharapkan bisa mengunjungi Lembah Swat, rumah masa kecilnya dan tempat serangan Taliban terhadapnya. Di distrik terdekat, Shangla, ia akan meresmikan sekolah untuk anak-anak perempuan yang dibangun dengan bantuan dari yayasannya, Malala Fund, sebuah organisasi advokasi untuk pendidikan perempuan di seluruh dunia yang ia dirikan pada 2013.

Melalui akun Twitternya, dia mengaku rindu tanah airnya Pakistan. 

“Pada hari ini, saya sangat menyukai kenangan indah tentang rumah, bermain kriket di atas atap dan menyanyikan lagu kebangsaan di sekolah. Selamat Hari Pakistan!” tulisnya pada Jumat (23/3).

Pada 2012 silam, sekelompok orang bertopeng dan bersenjata menyerang bis yang membawa Malala. Kepalanya tertembak, namun Malala akhirnya selamat setelah mendapatkan perawatan medis di luar negeri. Sementara, tidak sedikit dari temannya yang meninggal dalam serangan tersebut.

Setelah sembuh, Malala tidak dapat kembali ke Pakistan. Ia kemudian menetap di Inggris dan belajar di Universitas Oxford.

Malala menjadi penerima Hadiah Nobel Perdamaian termuda pada 2014 dimana usianya baru 17 tahun. Ia mendapatkan Nobel setelah memperjuangkan hak-hak perempuan agar mendapatkan pendidikan di negaranya. (Red: Muchlishon)