Satu persatu, hari demi hari, mulai berdatangan para diplomat di KBRI Roma, Italia menghampiri saya. Kedatangan mereka adalah untuk menunaikan kewajiban berzakat, seperti pada Senin (11/6) kemarin.
Semangat para diplomat untuk berzakat patut diapresiasi. Meski jauh di luar negeri, tetapi mereka masih peduli dengan masyarakat di Indonesia dengan menyisihkan sebagian rizki untuk berdekah, dan utamanya adalah kewajibannya untuk berzakat.
Saya dapat memahami, para diplomat meyakini bahwa dengan zakat yang mereka keluarkan kepada mustahiknya akan membuat rejeki mereka berkah dan bertambah.
Menunaikan kewajiban sebagai seorang Muslim dalam setiap perintah-Nya merupakan kebahagiaan bagi pelakunya. Baik perintah itu kewajiban setiap hari, seperti shalat lima waktu, perintah atau kewajiban mingguan, seperti shalat Jumat, kewajiban bulanan seperti berpuasa pada bulan Ramadhan, juga kewajiban tahunan seperti zakat fitrah.
Ada juga kewajiban sekali seumur hidup jika mampu seperti ibadah haji, sebagaimana yang telah tertanam kuat dalam prinsip Islam, rukun Islam yang lima.
Dalam menunaikan kewajiban di dalam hukum-hukum Islam dikenal sebuah istilah yakni taklif. Artinya setiap Muslim yang sudah baligh dan berakal wajib melaksanakan perintah yang telah ditetapkan dalam agama. Ketika seseorang itu belum mencukupi syarat tiga tersebut, maka tidak ada kewajiban baginya untuk melakukannya.
Dengan mengucapkan sepenuh hati dua kalimat syahadat, “Asyhadu An laa Ilaaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah,” maka sudah cukup syarat baginya disebut sebagai Muslim. Ketika seorang muslim laki-laki atau perempuan itu sudah baligh—ditandai dengan menstruasi bagi perempuan dan bermimpi keluar sperma bagi laki-laki—wajib hukumnya untuk melakukan shalat lima waktu dan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan.
Di samping syarat sudah baligh di atas, Muslim itu juga harus berakal sehat. Meskipun muslim sudah baligh tapi akalnya tidak sehat, maka tidak ada kewajiban untuk melakukan shalat, puasa, dan haji.
Berbeda dengan zakat. Dalam berzakat tidak disyaratkan muslim itu harus berakal dan baligh. Selama seseorang itu muslim, maka wajib membayar zakat. Kalau dia belum baligh atau akalnya tidak sehat tetap wajib membayar zakat. Jangankan yang masih kecil, bayi baru lahir saja pada bulan Ramadhan wajib dibayarkan zakat.
Jangankan yang masih hidup, orang yang meninggal pada bulan Ramadhan pun wajib dibayarkan zakat. Siapa yang membayarkannya? Tentunya, orangtuanya atau orang yang menanggung biaya hidupnya. Zakat yang dimaksud di sini adalah zakat fitrah.
Marilah menunaikan zakat. Zakat dapat membuat berkah harta. Zakat dapat menentramkan hati pelakunya. Zakat dapat menyucikan hati dan harta. Zakat dapat menghapuskan dosa-dosa. Amin ya robbal ‘alamin.
Khumaini Rosadi, Dai Ambassador Cordofa 2017 dengan penugasan ke Roma Italia.