Cirebon, NU Online
Para pelajar Indonesia yang kembali dari liburan tidak diperbolehkan kembali memasuki Yaman melalui perbatasan Oman meskipun memiliki visa. Setidaknya, 160 pelajar tertahan di Muskat, Oman.
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman Izzuddin Mufian Munawwar meminta agar pemerintah memperhatikan mereka yang kesulitan mendapatkan akses untuk dapat kembali belajar. Ia juga berharap agar pemerintah meninjau kembali kinerja Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yaman.
"Melihat fakta dan realita yang ada di lapangan, kami Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman mengimbau kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait agar meninjau kembali kinerja Kedutaan Besar Republik Indoneisa yang berada di Salalah Oman, dan memperhatikan pelayanan WNI di Yaman khususnya para pelajar yang saat ini sedang kesulitan di perbatasan," tegasnya melalui pesan siaran pada Senin (8/10).
KBRI Yaman, kata Izzuddin, sebagai pihak yang ditugaskan untuk melayani WNI di Yaman nyatanya lebih memilih untuk duduk manis di meja. Mereka menganggap terlantarnya ratusan pelajar yang masuk dalam tanggung jawab mereka sebagai sesuatu yang bisa diabaikan.
"Mengherankan sekali melihat sekelompok orang yang diutus dan difasilitasi oleh negara dengan uang rakyat berpangku tangan mengabaikan nasib rakyat Indonesia dan tidak mampu membela harga diri WNI di luar negeri,"Â katanya.
Izzuddin menjelaskan bahwa KBRI Yaman selama bertahun-tahun tidak pernah berkunjung dan melihat sendiri kondisi daerah tempat ribuan WNI menuntut ilmu. Mereka hanya mencukupkan diri dengan melihat berita dari layar kaca dari sebuah apartemen pinggiran Pantai Dahariz-Salalah.
Hadramaut, sebagai tempat 95 persen pelajar Indonesia belajar, menurutnya, tempat yang aman dan kondusif. "Hal ini terbukti dengan banyaknya peziarah dan pelajar yang datang dari berbagai negara, serta menjadi titik evakuasi WNI dari daerah lain ketika meletusnya konflik Yaman," jelasnya. (Syakir NF/Muiz)