Macau, NU Online
Jumat 9 Juni 2017 lalu, usai shalat Jumat, saya berniat ke Macau Fisherman's Wharf, sebuah komplek taman hiburan yang berdiri di atas lahan seluas 120.000 meter. Namun, karena hanya mengandalkan peta digital, alhasil nyasar dan harus mengurungkan niat.
Saya lalu merenung, betapa pentingnya seorang penunjuk jalan. Nabi sendiri waktu hijrah ke Madinah—sebagai salah satu peristiwa besar dalam perjalanan dakwah Islam—dipimpin oleh penunjuk jalan Abdullah bin Uraiqith yang musyrik.
Seorang penunjuk jalan bukan hanya ditunjuk karena amanah tapi juga punya kecakapan dalam tugasnya. Lebih lagi dalam dunia tasawuf, seseorang memerlukan pembimbing dan penunjuk jalan menuju Allah SWT yang disebut Mursyid. Ia berasal dari kata 'rusyd', yaitu memiliki kemampuan berfikir (kepandaian) dengan lurus dan benar disertai dengan keluhuran akhlak.
Dalam busana masih mengenakan kemeja panjang dan songkok hitam di kepala, saya bersama Ustad Syarif dan penunjuk jalan kami Mbak Romlah, sampai di Taipa, tepatnya di Parque De Seac Pai Van, sebuah taman yang di dalamnya terdapat panda, hewan berwarna hitam putih yang menjadi ikon kebanggaan Tiongkok.
Usai melewati loket tiket, saya dikagetkan oleh suara ‘Assalamualaikum’, yang rupanya diucapkan dengan lantang oleh seorang petugas keamanan berkebangsaan Pakistan.
Songkok hitam ala Indonesia inilah yang bisa menyambung silaturahim. Bukan kali ini saja saya dikejutkan oleh salam karena menggunakan songkok di kota administrasi khusus Tiongkok. Karena di sini Muslim menjadi minoritas, ketika ada saudaranya yang sesama muslim—walau berbeda bangsa—saling bertemu seperti ada kerinduan untuk mengucapkan salam.
Saya bisa merasakan betapa mahal harga sebuah salam di sini, berbeda dengan di negeri sendiri karena mayoritas muslim, sehingga mengucapkan salam dan menjawabnya bukan sesuatu yang asing.
Dari Abu Hurairah Nabi SAW Bersabda, "Engkau tidak akan masuk surga kecuali (wafat) dalam keadaan beriman, dan tidak sempurna imanmu sampai engkau saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang engkau lakukan akan menyebabkannya saling mencintai? Tebarkanlah salam diantaramu."
Menebarkan salam kepada yang kita kenal ataupun tidak bisa menjadi sebab terjalinnya persahabatan dan penyubur benih cinta. Bukan hanya itu salam juga bisa menjadi syiar agama dan menampakkan kehormatan muslim, begitu komentar Imam Nawawi.
Jangan sampai Muslim kehilangan identitas dengan kehilangan kepercayaan diri dalam menampakkan ajaran agama yang menjadi ciri kedamaiannya dengan menebarkan salam. Sebagai bagian dari masyarakat Muslim Nusantara, songkok atau kopiah tak diragukan lagi menjadi salah satu identitas nasional kita. Kita perlu bangga akan hal itu. Alhamdulillah. (Saepuloh, dai anggota Tim Inti Dakwah dan Media (TIDIM) LDNU yang ditugaskan ke Macau. Kegiatan ini bekerjasama dengan LAZISNU)