Internasional

NU Mesir Kaji Ekonomi Islam Asyraf Dawabah (1)

NU Online  Ā·  Rabu, 13 Februari 2013 | 12:49 WIB

Kairo, NU Online
Divisi Ekonomi Lembaga Bahtsul Masa’il Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir mengkaji buku al-IqtishĆ¢d al-Islamy: Madkhal wa Manhaj karya Dr. Asyraf Muhammad Dawabah.<>

Kegiatan diadakan di sekretariat PCNU Mesir, Kairo, Ahad (10/2) kemarin. Sebagai pengkaji adalah Anwar Fathoni dan Adhi Maftuhin yang dipandu Ikfil Chasan.

Buku al-Iqtishâd al-Islamy: Madkhal Wa Manhaj secara khusus mengenalkan sistem ekonomi Islam dan metodologinya sebagai suatu sistem alternatif atas sistem ekonomi yang ada saat ini, kapitalis dan sosialis.

Buku ini menggambarkan seperti apa ekonomi Islam, bagaimana sejarah kemunculan dan perkembanganya, berikut konsep yang ditawarkan dan kelebihan-kelebihan Ā yang dimilikinya dibanding dengan sistem ekonomi yang lain.

Selain itu, buku ini juga menyajikan gambaran umum tentang sistem ekonomi konvensional yang sampai saat ini masih menjadi sistem utama perekonomian dunia. Ā Hal inilah yang menjadikan pembaca akan mengetahui perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan lainnya.

Anwar Fathoni memaparkan, Asyraf Muhammad Dawabah telah menulis lebih dari duapuluh buku tentang ekonomi Islam telah ia tulis selama ini. Di antaranya adalah buku berjudul al-Iqtishâd al-Islamy Madkhal wa Manhaj yang secara khusus mengenalkan sistem ekonomi Islam dan metodologinya yang dibedah kali ini.

Menurut Anwar, istilah ekonomi Islam memang terbilang baru dalam ranah sistem perekonomian dunia. Meski secara tertulis ia baru muncul pada pertengahan abad dua puluh, namun secara praktik ekonomi Islam sendiri sudah ada sejak kemunculan Islam

Pemicu utama booming sistem ekonomi Islam adalah runtuhnya dua sistem ekonomi terbesar dunia: kapitalisme dan sosialisme, serta kegagalan sistem tersebut dalam membangun kesejahteraan yang berkeadilan. Sejak itu mulailah geliat para sarjana Islam menawarkan sebuah rumusan teori ekonomi alternatif yang dianggap mampu menawarkan solusi baru bagi carut-marutnya perekonomian dunia.

ā€œDr. Asyraf Muhammad Dawabah membangun teori ekonomi Islam dengan berpijak pada sumber-sumber hukum Islam yang mu’tabarah. Untuk lebih mempertajam analisa teori, ia mengkomparasikannya dengan prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis.

Dalam Sistem Ekonomi Kapitalis, prinsip dasar yang disoroti adalah: a) kepemilikan pribadi tanpa batas; b) kebebasan ekonomi tanpa batas; c) persaingan tanpa batas dan; e) dorongan mendapatkan profit tanpa batas.

Dari keempat prinsip dasar tersebut, Dr. Asyraf Muhammad Dawaabah bersikap objektif menilai Sistem Ekonomi Kapitalis. Di satu sisi Ia mengakui keunggulan dan kesuksesan sistem tersebut karena Islam juga mengakui adanya kepemilikan pribadi, persaingan pasar dan dorongan mendapatkan profit.Ā 

Namun banyak pelaku kapitalis yang terlena dengan kebebasan yang mereka pahami (kebebasan tanpa batas) sehingga terjadilah penimbunan barang, kegiatan riba, perjudian, monopoli dan lain sebagainya karena mereka menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (hedonisme).

Sementara itu, Karl Marx (1818-1883) mencetuskan sebuah teori yang mengatakan sosialisme merupakan ujung tombak dari pemerataan kemakmuran. Sistem Ekonomi Sosialis datang sebagai bentuk perlawanan terhadap kapitalis. Sistem ini berkembang pesat di belahan dunia bagian timur, Uni Soviet.

Beberapa prinsip dasar yang disoroti Dr. Asyraf Muhammad Dawabah adalah kepemilikan umum, tidak mengakui profit pekerja, dan kepemimpinan terpusat. Banyaknya kecacatan pada sistem ini yang pada akhirnya meruntuhkan tatanan ekonomi yang telah dijalani. Dan pada akhir abad ke-18, sistem ekonomi sosialis mengalami masa keruntuhannya.

Setelah memaparkan dua prinsip sistem ekonomi di atas, penulis Asyraf Muhammad Dawabah merumuskan prinsip Sistem Ekonomi Islam. Menurutnya, setidaknya ada tiga prinsip dasar yang digali dari dalil-dalil syariat (baik Al-Qur’an maupun hadits) yang menjadi pedoman dalam ekonomi Islam, yaitu: a) dualisme kepemilikan; b) kebebasan ekonomi yang teratur; dan c) Ā tanggung jawab sosial.

Islam mengakui kepemilikan pribadi dan kepemilikan umum secara bersamaan. Namun, hak memiliki secara pribadi ini tidak lantas meliberalkan dalam penggunaannya. Kegiatan produksi dan konsumsi haruslah sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan. Dalam hal kebebasan ekonomi, manusia diberi ruang gerak ekonomi seluas-luasnya oleh Allah SWT.

Namun, kebebasan berekonomi ini diatur oleh nilai-nilai Islam. Yang terakhir adalah tanggung jawab sosial dimana masing-masing individu mempunyai tanggung jawab sosial terhadap komunitasnya.



Redaktur Ā  Ā : A. Khoirul Anam
Kontributor: Emril El Batanji