NU dan Muhammadiyah Mesir Diskusi Bareng Bahas Syiah
NU Online · Senin, 31 Maret 2014 | 07:31 WIB
Kairo, NU Online
Dalam rangka memahami lebih mendalam perihal Syiah sebagai salah satu kecenderungan teologi dalam Islam, PCINU Mesir bekerjasama dengan PCI Muhammadiyah, organisasi kekeluargaan Gamajatim dan KSW, Senat Ushuluddin serta pegiat Ruwaq Azhar menggelar  Halaqoh Ilmiyah bertajuk "Syiah wa Qadhiyyah Takfir" pada Rabu, (26/4) bertempat di Aula Keluarga Mahasiswa Sumatra Selatan (Kemass) di kawasan H-10 Madinah Nasr.
<>
Hadir sebagai pembicara pada acara tersebut Guru Besar Aqidah dan Filsafat Universitas al-Azhar Kairo Mesir, Prof Dr Toha Hibisyi al-Dasuqi al-Husaini yang juga merupakan pensyarah kitab monumental Ihya Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali di Midyafah, yang terletak tidak jauh dari masjid dan kampus al-Azhar  Darrasah.
Di awal penjelasannya, ia memaparkan bagaimana menyikapi perbedaan antara kaum muslimin terkait persoalan Sunni-Syiah ini. Selanjutnya, ia menceritakan tentang munculnya paham Syiah yang secara khusus dilatarbelakangi oleh urusan  politik.
"Istilah Syiah (sebagai sikap politik tertentu) tercipta saat adanya pertentangan antara Ali dan Muawiyah yang kemudian memunculkan dua golongan: golongan yang memusuhi Ali dan golongan yang mencintai Ali. Pertentangan antara dua kelompok ini merupakan murni persoalan politik. Kelompok Syiah dan Khawarij, keduanya merupakan thaifah siyasiyyah dan bukan thaifah diniyyah. Dan semua kelompok politik selalu disibukkan dengan urusan kekuasaan," paparnya.
Syiah, masih menurut pemaparannya, adalah sebuah kelompok yang meyakini bahwa  konsep imamah atau kepemimpinan umat Islam pasca mangkatnya Rasulullah Saw. telah dimandatkan oleh Allah swt. secara langsung di dalam teks keagamaan baik al-Qur'an maupun al-Hadist. Sehingga pengganti Rasulullah Saw. adalah seseorang yang dalam tafsiran mereka telah dipilih secara langsung oleh imam sebelumnya baik dengan nash atau ta'yin. Ini berbeda dengan pemahaman kaum Khawarij yang meyakini bahwa seorang imam adalah seorang yang dipilih langsung oleh umat tanpa ada campur tangan nash atau penetapan dari imam sebelumnya. Sedangkan kelompok Ahlussunnah wal Jama'ah mengambil sikap tengah-tengah di antara pemahaman kedua kelompok tersebut dengan mengatakan bahwa seorang yang berhak menjadi imam merupakan penetapan yang disepakati oleh umat dalam bingkai nilai-nilai kegamaan.
Halaqoh yang dimoderatori oleh Nora Burhanuddin yang juga merupakan Ketua IV Tanfidziyah PCINU Mesir ini juga diisi dengan forum tanya-jawab dan pembacaan Madh kepada baginda besar Nabi Muhammad saw.Â
Acara diakhiri dengan shalat isya' berjamaah dan sebelum pulang secara bergantian para peserta berebut mencium tangan Syekh Toha sebagai bentuk etika dan tabarukkan dengan manzilahnya sebagai seorang ulama. (mahda dzikara/mukafi niam)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
4
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
5
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
6
Pimpinan DPR Bantah Gaji Naik, tapi Dapat Berbagai Tunjangan Total hingga Rp70 Juta
Terkini
Lihat Semua