Internasional

Militer Myanmar Akui Bunuh Warga Rohingya

Kam, 11 Januari 2018 | 16:15 WIB

Yangon, NU Online
Militer menyatakan bahwa beberapa tentaranya telah melakukan pembunuhan atas 10 ‘teroris Muslim’ selama serangan gerilya pada awal September, setelah penduduk desa Buddha memaksa orang-orang yang ditangkap ke dalam kuburan yang mereka gali.

Seperti dikutip Reuters, militer Myanmar mengakui hal tersebut pada Rabu (10/1) lalu. Pengakuan seperti ini jarang sekali diungkapkan militer Myanmar dalam operasi-operasi yang mereka lancarkan di negara bagian barat, Rakhine. 

Pada 25 Agustus tahun lalu, tentara Militer melakukan serangan balasan di Rakhine utara sebagai tanggapan atas serangan militan Rohingya. Serangan ini memicu 650 ribu penduduk Muslim Rohingya mengungsi ke wilayah Bangladesh. Pelarian diri warga Rohingya ini telah memunculkan banyak cerita tentang pembunuhan massal, pemerkosaan geng, dan serangan pembakaran oleh pasukan keamanan.

Pada 18 Desember, Militer mengumumkan bahwa ada sebuah kuburan massal yang berisi 10 mayat ditemukan di desa pesisir Inn Din, sekitar 50 km (30 mil) utara dari ibu kota negara bagian Sittwe. Kemudian, Tentara menunjuk seorang perwira senior untuk menyelidiki hal tersebut.

Sebelumnya, Pasukan bersenjata Myanmar sudah berpuluh-puluh tahun dituduh kelompok hak asasi manusia dan pemerintah negara-negara Barat karena telah melakukan pelanggaran dalam berbagai konflik etnik di negara ini, namun jarang terjadi tentara yang bertanggung jawab.

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan beberapa negara telah menilai bahwa apa yang dilakukan Myanmar tersebut adalah pembersihan etnis di Negara Bagian Rakhine, utamanya sejak bentrokan pecah antara pasukan keamanan pemerintah dan pejuang Rohingya pada 25 Agustus.

Tindak lanjut

Amnesty International, Kelompok Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris, mengatakan bahwa pengakuan militer atas insiden tersebut merupakan perkembangan positif, namun itu hanya puncak gunung es.

Amnesty International menyerukan untuk melakukan penyelidikan independen saat tentara Myanmar mengakui untuk pertama kalinya bahwa tentaranya membunuh 10 Rohingya. Ironisnya, militer dan penduduk desa terlibat dalam aksi pembunuhan ‘teroris Bengali.’ Oleh karenanya, hal ini akan dibawa ke meja hukum.

"Ini hanya puncak gunung es dan menjamin penyelidikan independen yang serius terhadap apa yang dilakukan kekejaman lainnya di tengah kampanye pembersihan etnis yang telah memaksa lebih dari 655.000 Rohingya dari Negara Bagian Rakhine sejak Agustus lalu," kata James Gomez, Direktur Regional Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik seperti dikutip Aljazeera, Kamis (11/1).

Myanmar merujuk pada anggota Rohingya yang dianiaya, sebagian besar minoritas Muslim, seperti orang Bengali. Negara Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai salah satu kelompok etniknya. Bahkan, Negara tidak menyebut mereka Rohingya, namun imigran ilegal Bengali. (Red: Muchlishon Rochmat)