Merasakan Atmosfir Romantis di Pulau Nami
NU Online · Sabtu, 30 November 2013 | 11:01 WIB
Jakarta, NU Online
Setelah puas menikmati keindahan pulau Jeju, rombongan tur Muslim Korea mengarahkan tujuannya di daratan Korea pada Sabtu, (23/11) dengan tujuan pertama Pulau Nami, 63 km dari Seoul yang sangat populer setelah meledaknya drama Winter Sonata.
<>
Sebenarnya, pulau Nami hanyalah sebuah daratan setengah lingkaran di area Bendungan Cheongpyeong, di wilayah Chuncheon-si, Gangwon-do ini, berbentuk setengah lingkaran atau seperti sebuah mangkok. Pulau terbentuk karena pembuatan Dam di Sungai Han pada tahun 1944. Dinamai dengan Jenderal Nami, seorang perwira militer dengan semasa kerajaan Joseon yang mati dihukum karena dituduh mau memberontak. Makam jenderal tersebut ada di lokasi ini.
Sejak zaman dahulu, daerah ini sudah menjadi tujuan wisata penduduk Korea, tetapi setelah lokasi yang indah ini dijadikan tempat shooting drama Winter Sonata, wisatawan asing mulai memadati. Kami datang pada Sabtu sore, sehingga terjadi kemacetan karena berbarengan dengan masa libur akhir pekan.
Pemerintah Korea menjadikan lokasi ini seolah-olah negara tersendiri dengan nama Namimara Republik. Untuk masuk lokasi ini, harus mengambil visa alias tiket seharga 8000 won, 5000 won untuk masuk lokasi dan 3000 won untuk angkutan feri, yang ditempuh hanya 5 menit. Pengunjung sangat padat sehingga terjadi antrian panjang untuk menaiki feri. Kapal dua tingkat tersebut dihiasi dengan berbagai bendera dari seluruh dunia. Bagi yang suka tantangan, terdapat alternatif lain dengan menaiki flying fox dengan biaya 38.000 won, termasuk tiket masuk.
Jajaran pohon yang ditanam secara teratur dan rapi di seluruh pulau membuat spot ini menawarkan pemandangan indah dengan kesan yang berbeda-beda setiap musimnya. Tak heran, obyek ini menjadikan para penggila fotografi lupa diri.
Atas perannya dalam mempopulerkan Pulau Nami dalam kancah internasional, dua pemeran utama Winter Sonata Joon Sang dan Yoo Jin dibuatkan patung perunggu. Lokasi ini juga menjadi obyek favorit foto, khususnya bagi kalangan pecinta drama Korea.
Lokasi ini menyediakan musholla yang terletak di lantai 2 perputakaan. Lokasinya sangat strategis karena berada di tengah-tengah pulau sehingga mudah dijangkau. Tulisan musholla pun ditulis dengan gaya kaligrafi China yang indah. Di dalamnya sudah tersedia mukena dan sajadah, bahkan terdapat buku yasin dan tahlil yang dijajar bersanding dengan Al-Qur’an. Kami sholat jama dan qashar dengan imam Kiai Masdar Farid Mas’udi.
Selanjutnya, rombongan bergerak ke Yongpyong ski resort. Membayangkannya tentu sudah sangat menarik, bagi kami-kami yang biasa berpanas-panasan di Jakarta. Berjarak sekitar 200 km dari Seoul lokasi ini merupakan ski resort terbesar di Korea Selatan. Dengan jarak tersebut, kami memerlukan waktu sekitar 3 jam sehingga sampai di penginapan sekitar pukul 10 malam.
Terdapat dua pilihan tempat tidur, pertama bergaya Barat dengan ranjang dan kedua bergaya Korea dengan sistem ondol, yaitu pemanasan lantai gaya Korea. Dulu mereka menggunakan kayu bakar, sekarang menggunakan gas.
Saya sengaja memilih tidur di lantai, untuk merasakan bagaimana rakyat Korea hidup di musim dingin. Tidur dengan kasur tipis dan lantai yang hangat membuat saya terlelap. Lebih nikmat daripada tidur diatas ranjang. Rasanya kembali seperti ketika di pesantren, saat tidur hanya beralaskan tikar tipis. Dari balik kaca kamar resort, kami melihat lampu-lampu penerangan di area ski. Banyak sekali orang yang bermain ski, meluncur dari atas pegunungan dan beraksi dengan berbagai gaya. Yongpyong memiliki 28 tempat pendakian bermain ski untuk level pemula, menengah, dan mahir. Lokasi ini akan menjadi arena olimpiade musim dingin pada 2018.
Bagi yang tidak pernah bermain ski, terdapat program pelatihan yang berlangsung antara 3-5 jam, yang akan mengajarkan bagaimana mengenali berbagai peralatan ski, instruksi dasar bermain ski dan bagaimana meluncur di atas salju. Untuk pembelajaran dalam bahasa Inggris dikenakan biaya lebih mahal.
Pagi-pagi, kami sudah bangun dengan udara dingin, minus 6 derajat celcius. Tidak ada jadual untuk bermain ski dalam rombongan ini, tetapi hanya foto-foto saja dengan latar belakang gunung bersalju. Semua memanfaatkan kesempatan langka ini dengan sebaik-baiknya.
Setelah puas dan merasakan bagaimana hidup di lokasi yang dingin rombongan bergerak ke Ansan, kota industri dimana banyak pekerja migran asal Indonesia tinggal. (mukafi niam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Akhir Safar, Songsong Datangnya Maulid
2
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
3
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
4
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
5
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
6
Pimpinan DPR Bantah Gaji Naik, tapi Dapat Berbagai Tunjangan Total hingga Rp70 Juta
Terkini
Lihat Semua