Menengok Gairah Islam Pekerja Asal Indonesia di Hong Kong
NU Online · Selasa, 13 Juni 2017 | 12:03 WIB
Subhanallah..., rasanya tak cukup mengungkapkan rasa terima kasih hanya sekedar mengucap Alhamdulillah. Saya berkali-kali sujud syukur atas segala limpahan nikmat yang semakin dihitung malah semakin tidak terhitung.
Betapa tidak, di Indonesia kita begitu mudah mengundang ustadz, entah untuk tabligh akbar atau kajian rutin. Di Hong Kong untuk halaqah kecil saja harus dijadwalkan sebulan sebelumnya. Bukan karena susahnya administrasi, justru karena kurangnya personil asatidz untuk memenuhi kebutuhan kajian dari ratusan majelis taklim yang tersebar di Hong Kong. Asatidz yang ada dimaksimalkan untuk mengisi kajian di berbagai majelis taklim.
Walaupun tidak dikhususkan untuk mengikuti kajian tertentu, mereka bebas mengundang dai dari ormas Islam atau organisasi mana pun. Di sini tercatat ada beberapa organisasi yang begitu tinggi kepeduliannya terhadap perkembangan kajian, diantaranya adalah: Pengurus Cabang Istimewa NU, Muhammadiyah melalui Dompet Dhuafa, Jama’ah Tabligh, Salafi dan komunitas One Day One Juz (ODOJ).
Perlu diketahui, teman-teman BMI disini hampir semuanya berprofesi sebagai Penata Laksana Rumah Tangga PLRT (PLRT). Maka mereka tinggal di rumah majikan, walaupun banyak juga yang berprofesi sebagai tenaga profesional. Gaji PLRT berkisar antara 5000-6000 Dollar Hong Kong. Kurs rupiah saat ini 1 DH sekitar Rp.1.700. Maka dalam sebulan mereka menerima gaji antara Rp. 8.500.000 s/d Rp. 10.200.000. Sedangkan tenaga profesinal jauh lebih tinggi dari itu.
Disamping sallary-nya tinggi, perhatian pemerintah Hong Kong terhadap BMI sangat baik, dan tidak membedakan perlakuan hukum terhadap WNA. Menurut pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), pemerintah Hong Kong bisa menerima permohonan suaka dari WNA yang tinggal di Hong Kong.
Seorang teman saya, Pak Wahyudin, yang berprofesi sebagai konsultan IT dan pernah bekerja di beberapa negara, yakni Arab Saudi, Qatar, Malaysia, Jepang dan Hong Kong berpendapat, secara financial dan perlindungan hukum, Hong Kong yang paling baik terhadap TKI atau BMI. Tidak heran, Hong Kong menjadi incaran bari para pahlawan devisa (BMI). Menurut data KJRI, saat ini BMI di Hong Kong ada sekitar 160.000 jiwa.
Satu hal yang membuat saya merasa sangat salut adalah begitu tinggi ghirah keislaman mereka, sehingga memanfaatkan seharian penuh (1 hari dalam seminggu mereka mendapat jatah libur) sebagai wahana silaturahim dan thalabul ilmi antarsesama BMI dalam halaqah majelis taklim. Tidak sedikit pula yang mengambil kuliah di Universitas Terbuka. Padahal mereka harus keluar ongkos untuk menghadiri majelis taklim dan perkuliah tersebut.
Walaupun secara umum mereka mendapatkan libur pada hari Minggu, namun banyak juga yang mendapatkan liburnya antara Senin atau Sabtu, sehingga kajian keislaman tetap semarak setiap harinya. Majelis taklim di sini bukan hanya di masjid atau mushala. Kebanyakan mereka menempati lapangan, pelataran kantor, di atas bangunan pasar, bahkan pinggiran terminal pun bisa disulap menjadi majelis! Subhanallah….
*
Awalnya, saya sangat bersyukur mendengar kabar baik tentang BMI di Hong Kong. Tapi, setelah mendengar curhatan dari hampir seluruh BMI yang kebetulan saya mengisi kajian di majelis taklim mereka, saya merasa ketir. Di sisi lain saya sangat bersyukur bisa bekerja di Indonesia.
Di Indonesia, untuk mendirikan kantor dan mushala, cukuplah sekitar 100 atau 200 juta rupiah. Di Hong Kong, jangankan membangun, untuk beli tanah pun bisa dibilang hampir mustahil! Karena lahan di Hong Kong merupakan lahan termahal ketiga di dunia setelah New York dan London. Maka, untuk kantor PCINU plus mushalla, hanya bisa sewa di apartemen lantai 4. Ukurannya hanya 5x15 meter; dengan fasilitas 1 ruang utama, 2 kamar, 1 dapur dan 1 kamar mandi yang tentunya dilengkapi AC atau blower.
Untuk ruangan dan fasilitas itu, harga sewanya mencapai 16.300 Dollar Hong Kong per bulan atau sekitar Rp 31.400.000. Harga tersebut hanya untu sewa gedung saja, belum termasuk listrik, air dan catering!!!
Di Indonesia, urusan fiqh tidak ada halangan. Tapi jangan heran, di Hong Kong memerlukan Fiqh Zonaisasi untuk menyiasati permasalahan. Di Indonesia mandi bisa dua atau tiga kali sehari. Teman BMI di sini hanya bisa mandi pada waktu malam saja setelah pekerjaan beres. Otomatis bagi teman BMI yang habis masa sucinya siang hari, mandi janabahnya pukul 21.00 plus qodlo shalat dzuhur sampai isya.
Di Indonesia, masjid dan mushalla ada ratusan ribu, sedangkan masjid di Hong Kong tidak lebih dari jumlah jari tangan! Maka ketika BMI harus shalat, hampir semuanya sedang berada di rumah bahkan tidak jarang mereka melakukannya di kamar mandi!!!
Shalat maghrib? Jangan harap bisa ke mushalla. Itu waktu mereka untuk memasak. Karena sebentar lagi makan malam orang-orang Hong Kong setelah seharian bekerja, maka banyak yang melakukan sholat li hurmatil wakti dalam posisi memasak. Ya, Gustiiiii….
Anda tahu apa yang mereka masak? Kadang mereka harus memasak lauk yang bercampur babi. Lalu bagaimana mereka makan? Ya beragamlah, ada yang harus makan dengan apa yang mereka masak, walaupun daging babinya jelas tidak dimakan. Tapi ada juga masak lagi buat sendiri dengan alat masak tersendiri guna menghindari keharaman.
Lalu bagaimana menyucikan badan dan pakaian mereka dari cipratan najis mugholadzoh? Jangan samakan dengan Indonesia yang berlimpah sumber daya alam berupa tanah, air, udara. Satu rumah di perdesaan luas tanahnya bisa berlipat-lipat ukuran luas rumah.
Sementara di Hong Kong tanah hampir jarang terlihat. Hidup di apartemen belasan atau puluhan tingkat. Begitu turun sudah menginjak trotoar berlapis semen, kiri-kanan, depan belakang dikelilingi bangunan. Maka keberadaan tanah di Hong Kong agak sedikit sulit, apalagi daerah perkotaan seperti Causeway Bay, Tsuen Wan, Sheung Shui, Tai Po. Agak mending kalau kita ke daerah agak pinggiran seperti, Yuen Long, Tsing Yi, Fan Lin.
Tapi, secara umum di sini kita akan sedikit kesulitan untuk mendapatkan tanah sebagai salah satu syarat dalam bersuci sebagaimana tuntunan thaharah dalam madzhab Syafi’i. Apatah lagi kemungkinan terkena najisnya bisa dikatakan setiap hari, maka mereka bersuci menggunakan sabun merk Thaharah produk Malaysia seharga 25 DH atau Rp. 42.500 yang sudah diformulasikan dengan campuran tanah.
Subhanalloh. Bercucuran air mata saya mendengar keluhan yang mereka alami plus harapan solusi yang win-win solution ketika sesi tanya jawab digelar dalam forum majelis taklim. Di satu sisi mereka memerlukan pekerjaan yang kalau dilihat dari sallery memang menggiurkan. Di sisi lain mereka sebenarnya terhimpit dengan keadaan yang menyesakkan.
Ya Allah, Engkau Maha Tahu apa yang mereka rasakan, pun Engkau Maha Bijaksana atas kesulitan hamba-hamba-Mu. Berilah mereka kesabaran, keikhlasan dan kekuatan, sehingga mereka tetap berpijak pada jalan yang Engkau ridhai. Angkatlah derajat mereka di dunia dan di akhirat, sehingga mereka dapat berkumpul dengan orang-orang yang Engkau cintai, yaitu orang-orang shaleh, yang senantiasa berpegang teguh pada agama. Amin. (M Qodar Syahidin, dai anggota Tim Inti Dai Internasional dan Media (TIDIM) LDNU yang ditugaskan ke Hong Kong. Kegiatan ini bekerja sama dengan LAZISNU)
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
Terkini
Lihat Semua