Menag Suarakan Model Islam Nusantara di Jerman
NU Online · Selasa, 13 Oktober 2015 | 20:01 WIB
Frankfrut, NU Online
Islam Nusantara merupakan model ajaran Islam yang tepat diterapkan pada sebuah bangsa yang majemuk. Islam Nusantara adalah ajaran Islam yang menekankan pada prinsip-prinsip ajaran yang moderat (wasatiyah), inklusif, toleran (saling menghormati), tidak mengklaim hanya agama senidiri yang benar, bersatu dalam keragaman (Bhineka Tunggal Ika/”Unity in Diversity”), berdasarkan pada UUD 1945, dan ideologi Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, ternyata berhasil mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia yang sangat majemuk.
<>
Demikian pesan yang disampaikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat didaulat sebagai keynote speech pada seminar yang mengambil tema “Pluralism, Fundamentalism and Media”. Seminar ini merupakan salah satu rangkaian program Frankfurt Book Fair (FBF) yang bertemakan “17.000 islands of Imagination”. Seminar ini diselenggarakan di antaranya bertujuan untuk menjelaskan kepada masyarakat internasional ikhwal apa, mengapa, dan bagaimana wacana pluralisme, fundamentalisme dan radikalisme yang sesungguhnya. Menurut panitia, seminar juga bertujuan menggambarkan dan menjelaskan isu Islamophobia sebagai problem yang dihadapi dunia muslim, terutama pada beberapa dasa warsa terakhir, seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.
Menurut Menag, Islam Nusantara berkontribusi sangat signifikan dalam pengelolaan bangsa Indonesia yang sangat majemuk yang berpenduduk lebih dari 250 juta, yang dihuni oleh 700-an suku bangsa, 500-an bahasa, ribuan tradisi budaya, dan 6 agama serta ratusan kepercayaan lokal. Islam Nusantara mampu memosisikan diri sebagai kekuatan agama yang mengintegrasikan dan mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia dalam bingkai NKRI.
Dalam makalah yang bertajuk “Pluralism, Radicalism, and Islamophobia”, Menteri Agama menggaris-bawahi beberapa hal penting, antara lain terkait isu pluralisme, radikalisme, dan Islamophobia yang dikaitkan dengan peran media. Menurut Menag, penggunaan ketiga istilah tersebut, diperlukan tingkat pemahaman, kecermatan dan kehati-hatian yang relatif tinggi. Hal ini karena, secara konseptual, istilah pluralisme maupun radikalisme memiliki banyak makna, sehingga kekurang-pahaman dan ketidak-cermatan dalam penggunaan kedua istilah tersebut bisa menimbulkan salah tafsir yang mengundang perdebatan dan bahkan bisa menjadi faktor “pemicu” terjadinya konflik dan merusak tatanan kehidupan umat beragama dan keamanan bangsa.
Memaknai dan menyikapi “Islamophobia” sebagai wacana sosio-politik dan sosio-doktrinal, kata Menag juga hendaknya dilakukan dengan hati-hati. Sebab, pemaknaan yang keliru akan berpotensial menimbulkan kerugian terhadap ummat Islam (dunia muslim) khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Karena bagaimana pun—terlepas dari benar-tidaknya, atau tepat-tidaknya—kebencian, opini negatif, citra buruk yang terbangun terhadap Islam—sebagai dampak stigmatisasi Islamophobist akan berdampak pada terjadinya situasi konfliktual yang berbahaya terhadap tatanan kehidupan masyarakat dunia umumnya.
Oleh karena itulah, lanjut Menag, dibutuhkan kearifan dan pemahaman komprehensif yang didasarkan pada fakta obyektif tentang isu Islamophobia menjadi sebuah keniscayaan masyarakat dunia secara keseluruhan, dalam upaya mencipta keamanan global, memperkuat budaya damai, dan merajut kesejahteraan dalam kehidupan umat kini dan mendatang. Menag berharap forum seminar ini mampu mendudukkan persoalan-persoalan tersebut secara baik, proporsional, obyektif, dan bermanfaat bagi kita semua.
Dalam kesempatan dialog, Menteri Agama menawarkan Islam Nusantara sebagai model ber-Islam “rahmatan lil ‘alamin”. Menurut Menag, Islam Nusantara yang dikembangkan oleh Walisongo bisa dijadikan sebagai perekat tata hubungan antar manusia apa pun latar belakangnya. Islam Nusantara juga bisa menjembatani dialog antara lokalitas dengan globalitas, konservatif dan progresif.
Seminar tentang “Pluralism, Fundamentalism and Media” ini menghadirkan beberapa nara sumber, antara lain: Frans Magnis Suseno, Susane Schrõter, Haidar Bagir, dan Ulil Abshar Abdalla. Tidak kurang dari 80 orang partisipan ikut dalam kegiatan ini, termasuk dari Indonesia seperti Dubes RI untuk Jerman, Fauzi Bowo, Dawam Rahardjo, Slamet Rahardjo, Luthfy Syaukani. Red: Mukafi Niam
Terpopuler
1
Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Idarah 'Aliyah JATMAN Masa Khidmah 2025-2030
2
Penggubah Syiir Tanpo Waton Bakal Lantunkan Al-Qur’an dan Shalawat di Pelantikan JATMAN
3
Rais Aam PBNU: Para Ulama Tarekat di NU Ada di JATMAN
4
Gencatan Senjata Israel-Hamas
5
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
6
Gus Yahya: NU Berpegang dengan Dua Tradisi Tarekat dan Syariat
Terkini
Lihat Semua