Internasional HARDIKNAS 2019

Makna Hardiknas Menurut Warga NU di Tiongkok

NU Online  ·  Kamis, 2 Mei 2019 | 02:30 WIB

Makna Hardiknas Menurut Warga NU di Tiongkok

H Imron Rosyadi Hamid (kanan) dan Dubes RI untuk Tiongko Djauhari Oratmangun.

Jakarta, NU Online
Makna Hari Pendidikan Nasional bagi warga NU yang berada di luar negeri adalah betapa pentingnya terus belajar dan memperdalam keilmuan di bidang yang dipelajari dengan mengambil sisi-sisi kelebihan dari sistem dan metode pembelejaran di negeri orang.

Rais Syuriyah PCINU Tiongkok, H Imron Rosyadi Hamid mengatakan hal tersebut menanggapi tanggal Hari Pendikan Nasional yang diperingati tanggal 2 Mei hari ini.

"Selain itu, berada di luar negeri, juga dapat mengenal keragaman budaya antarbangsa yang akan dapat memperkaya pemahaman kita akan pentingnya menghargai perbedaan-perbedaan," ujarnya dihubungi dari Jakarta, Kamis pagi ini.

Menurut Kiai Imron, bagi warga Indonesia termasuk warga NU, untuk bisa mendapatkan kesempatan belajar ke luar negeri adalah dengan terus mencari peluang-peluang beasiswa. Aksesnya dapat melalui online maupun informasi dari teman baik yang sedang belajar atau sudah menjadi alumni dari negara tertentu.

Terkait peluang santri untuk berkiprah di dunia profesional, kata dia, sebenarnya sudah sejak tahun 1970-an, bahkan beberapa sudah masuk sejak tahun 1960-an dengan mempelajari ilmu-ilmu eksakta dan ilmu teknik di kampus-kampus baik dalam maupun luar negeri. Para santri juga sudah banyak yang berkiprah di pemerintahan maupun swasta.

"Putra-putra dari dari KH Wahid Hasyim, ayahanda Gus Dur, ada yang jadi dokter dan insinyur. Di era lebih kini, Gus Sholah termasuk santri yang berhasil belajar di ITB. Kampus teknik paling terkenal di Indonesia,'' lanjutnya.

Selain itu, banyak juga keluarga pesantren yang anaknya kuliah di luar negeri dengan mengambil spesialisasi di bidang teknik, kedokteran hingga ekonomi. Karenanya ia tidak sependapat jika ada pembedaan atau penyebutan bahwa bidang ilmu teknik dan eksakta, sebagai 'bukan ilmu Islam'.

"(Membeda-bedakan) tidak tepat. Ilmu pengetahuan itu tidak mengenal pelabelan semacam itu. Semua ilmu penting dipelajari," tegasnya.

Para santri juga sudah banyak yang memegang posisi-posisi sebagai teknokrat maupun profesional. "Nggak perlu dibuktikan. Jumlah mereka banyak. Sekarang tidak sulit mencari orang-orang NU yang ahli di bidang tertetentu," tegasnya.

Hanya saja jumlah atau keberadaan mereka harus terus ditingkatkan. "Ini yang akan terus kita dorong ke depan agar jumlahnya semakin meningkat," tambahnya. 

Hari Pendidikan Nasional diperingati masyarakat Indonesia, mengacu pada kelahiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa. (Kendi Setiawan)