Internasional

Ketika Maulid Simtudduror Bergema di Jerman

Sen, 4 Desember 2017 | 13:00 WIB

Berlin, NU Online
Ahad, (26/11) menjadi hari yang sangat istimewa bagi masyarakat Indonesia, khususnya Nahdliyin yang tinggal di Jerman. Pada hari tersebut, masyarakat Indonesia mendapatkan kesempatan untuk merayakan kegembiraan menyambut datangnya bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Acara bertajuk Berlin Bershalawat yang dilaksanakan di KBRI Berlin dan diprakarsai oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman ini, sukses terlaksana berkat kerja sama dengan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman Raya, serta Pusat Kearifan dan Kebudayaan Indonesia (Indonesisches Weisheits-und Kulturzentrum, IWKZ) Masjid Al-Falah Berlin

Selain itu, dukungan penuh juga datang dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin, khususnya dari Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Federal Jerman Fauzi Bowo, serta Departemen Imigrasi KBRI Berlin melalui program Lapor Diri, juga menambah kesuksesan acara yang dihadiri sekitar 170 orang ini. Mereka tidak hanya berasal dari Berlin, namun juga berbagai kota di Jerman seperti München, Stuttgart, Karlsruhe, Bremen, Erfurt, Dresden, dan juga Hamburg.

Kemeriahan bertambah dikarenakan kehadiran para tamu mancanegara lintas mazhab, diantaranya grup Nasyid As-Surur dari Masjid Darul Hikmah (Haus der Weisheit) serta Akademi Islam (Islamische Akademie) yang anggotanya berasal dari Palestina, Syria, Libanon, Yaman, Mesir, Maroko, Pakistan, Inggris, Togo, dan Jerman sendiri.

Kehadiran para rekan Akademi Islam ini terasa istimewa mengingat afiliasi organisasi yang tersambung ke Darul Mustafa Tarim asuhan Habib Umar bin Hafidz.

Setelah shalat dhuhur berjamaah atau sekira pukul 12.30 waktu Berlin, Habib Muhammad Husein Al-Kaff, Wakil Ketua Tanfidziyah PCINU Jerman sekaligus Ketua Panitia acara ini membuka acara. Ia mengajak hadirin membaca Surat Al-Fatihah yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Maulid Simtudduror.

Maulid yang berisi untaian biografi dan pujian atas Nabi Muhammad SAW karya Habib Ali bin Muhammad Bin Husein Al-Habsyi ini dibaca bersama-sama oleh para hadirin dengan semangat. 

Diantara pembacaan bait-bait maulid tersebut disisipkan pembacaan syair-syair antara lain Ya Hanana oleh grup nasyid As-Surur. Pembacaan maulid kemudian disempurnakan dengan doa oleh Rais Syuriah PCINU Jerman KH. Syaeful Fatah.

Setelahnya, acara dimeriahkan dengan penampilan anak-anak TPA Ceria dari Masjid Al-Falah Berlin yang membawakan lagu Assalamu’alaikum gubahan Opick diikuti dengan penampilan grup angklung Gentra Pasundan dan juga Berliner Nasyid dari IWKZ. Kesemuanya menunjukkan rasa cinta kepada Nabi SAW.

Pentingnya Menjaga Ukhuwah Islamiyah
Menjelang acara inti setelah makan siang dan shalat Ashar berjamaah, Habib Husein memberikan kata sambutan. Ia menekankan, ukhuwah Islamiyah yang didasarkan rasa cinta kepada Nabi SAW inilah yang menjadi motivasi utama untuk melaksanakan acara Maulid bersama ini. 

Fauzi Bowo selaku Dubes RI untuk Jerman juga menyampaikan sambutan yang senada, bahkan menekankan bahwa peringatan Maulid ini perlu terus dilestarikan. 

“Sebagaimana tradisi sejak saya kecil dulu, orang Betawi akan terus melaksanakan Maulid meskipun di luar bulan Maulid,” imbuh pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta ini. 

Pembukaan acara juga semakin lengkap saat Syaikh Khaled Assiddiq, imam masjid IZDB yang asli Yaman ini, menyampaikan dalam bahasa ibunya betapa ia melihat saudara-saudara muslim Indonesia yang suka bershalawat ini seperti ia melihat dirinya sendiri dan keluarganya.

Khazanah Tradisi untuk Kemandirian dan Pengembangan Umat
Acara inti diisi dengan siraman rohani oleh Abdul A’la dengan tajuk Revitalisasi Khazanah Tradisi untuk Kemandirian dan Pengembangan Umat yang dimoderatori oleh Hendro Wicaksono, salah satu mustasyar PCINU Jerman.

Dalam penyampaiannya, Profesor A’la menekankan bahwa nilai-nilai Islam yang merupakan rahmat bagi semesta dapat dimaknai sebagai pembumian nilai-nilai Islam dengan segala keragamannya. 

"Termasuk diantara rahmat Islam ialah dialog dengan realitas kehidupan, seperti budaya, tradisi, kearifan lokal, bahkan dengan agama lain, yang kemudian dalam gilirannya memunculkan istilah Islam Indonesia," terangnya.

Mengutip Azyumardi Azra, ia menjelaskan karakter khas Islam Indonesia, yaitu tersebarnya Islam melalui cara-cara yang damai, tertanam kuat secara budaya dalam masyarakat, serta berkembang di negara Pancasila. 

Rektor UINSA Surabaya yang juga aktif sebagai salah satu pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, Madura, ini kemudian mengingatkan bahwa tradisi-tradisi baik yang telah mengakar di masyarakat, diantaranya maulid, yasinan, serta tahlilan, agar tidak hanya menjadi acara seremonial saja.

"Namun sebaiknya dapat ditransformasikan menjadi identitas diri umat Islam agar dapat duduk sejajar dengan umat lain serta memberikan kontribusi lebih banyak kepada masyarakat sekitarnya," lanjutnya.

Hal yang sama dapat juga diterapkan pada tradisi keilmuan pesantren dengan titik tekan fiqih-sufistik untuk penguatan penambahan keilmuan yang relevan dengan tuntutan zaman. 

Di penghujung tausiyahnya, Profesor A’la menyampaikan nasihat untuk terus mengutamakan akhlak baik dalam hubungan antar sesama manusia, baik kepada muslim maupun non-muslim.

Mahasiswa Katolik Ikut Menyimak Tausiyah
Saat tausiyah berlangsung, terdapat sebuah kejadian menarik. Tausiyah yang umumnya hanya dihadiri oleh warga Muslim ini ternyata juga dihadiri oleh Thomas Budiarto yang tak lain adalah anggota Kelompok Mahasiswa Katolik Indonesia (KMKI) Berlin.

Thomas memutuskan hadir ke acara ini setelah melihat poster yang disebar oleh pengurus PCINU Jerman melalui jaringan medsos mereka semata-mata karena ketertarikannya dengan model dakwah NU yang ramah, toleran, dan inklusif.

Setelah sesi tanya jawab selesai, acara kemudian ditutup dengan sholat maghrib berjamaah serta doa bersama yang dipimpin oleh Andre Hutari, salah satu sekretaris PCIM Jerman Raya.

Seakan tak berkurang kemeriahan acara ini bahkan saat sudah ditutup sekitar pukul 16:45, sebagian masyarakat yang hadir masih juga sempat memberikan testimoninya. Diantaranya para anggota tim nasyid As-Surur yang menyampaikan kekagumannya karena acara Maulid Nabi yang biasanya dilaksanakan di masjid kali ini dapat dilaksanakan di sebuah kedutaan besar; sebuah pemandangan yang baru pertama kali mereka lihat. 

Menanggapi hal ini, Fattah Hardiwinangun selaku Sekretaris I Penerangan Sosial Budaya KBRI Berlin menyampaikan bahwa KBRI bukan hanya sebuah kantor untuk urusan administrasi, namun juga merupakan bagian dari tanah air yang juga dimiliki oleh masyarakatnya.

Kedepannya, PCINU Jerman berkeinginan untuk dapat melanjutkan kerja sama yang luar biasa, tidak hanya bersama rekan-rekan PCIM Jerman Raya dan IWKZ saja, namun juga dengan organisasi-organisasi lainnya. Selain itu, tradisi peringatan Maulid Nabi dapat dilaksanakan tidak hanya di Berlin, namun juga di kota-kota lainnya di Jerman.(Muhammad Rodlin Billah/Kendi Setiawan)