Boston, NU Online
Kejahatan berdasarkan kebencian (hate crime) yang menargetkan Muslim Amerika Serikat (AS) naik 15 persen pada tahun lalu. Hal ini berdasarkan studi yang dirilis sebuah kelompok advokasi Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islamic Relations) pada Senin (23/4).
Sepanjang tahun 2017, tercatat ada 300 kejahatan kebencian di AS dengan target umat Islam. Pada 2016, jumlahnya hanya 260. Dengan demikian, ada kenaikan sebesar 17 persen dari tahun sebelumnya. Diantara kejahatan kebencian yang dialami Muslim AS adalah pelecehan, diskriminasi kerja, dan lainnya.
Sementara itu, Biro Investigasi Federal (FBI) mencatat bahwa jumlah kejahatan kebencian pada 2016 lebih tinggi dari data yang dikeluarkan CAIR. FBI mencatat, ada 307 kejahatan kebencian anti-Islam pada 2016.
Council on American-Islamic Relations (CAIR) mengatakan, kenaikan kejahatan kebencian di AS disebabkan oleh kebijakan-kebijakan Presiden Donald Trump, khususnya pembatasan imigrasi dari negara-negara mayoritas penduduknya Muslim.
Salah satu anggota kelompok advokasi yang tergabung dalam CAIR Gadeir Abbas menyebutkan, komunitas Muslim di AS menjadi ‘sasaran empuk’ Trump.
"Tidak ada yang seperti ini, komunitas Muslim dijadikan ‘samsak tinju’ Presiden AS,” kata Abbas dikutip Reuters.
Juru bicara Gedung Putih Kelly Love mengatakan, kebijakan-kebijakan yang diterapkan hanya lah ‘perpanjangan tangan’ dari peraturan hukum. Disebutkan bahwa Trump membenci segala bentuk pelanggaran hukum, termasuk kejahatan kebencian.
“Presiden Trump telah berulang kali mengutuk kekerasan, rasisme, dan kelompok kebencian,” kata Love.
Meski demikian, Trump dikenal sebagai orang yang anti dengan Muslim. Saat menjadi kandidat presiden, Trump berjanji akan melarang Muslim dari beberapa negara untuk masuk ke AS. Setelah dilantik, Trump langsung menandatangi pelarangan tersebut.
Trump juga dikritik karena membagikan ulang video anti-Muslim yang diunggah oleh kelompok politik sayap kanan Inggris di Twitter pada November tahun lalu. (Red: Muchlishon)