Internasional WISATA BERSAMA KIAI DAN PROF (2)

Jeju, Permata Wisata Korea

NU Online  ·  Kamis, 28 November 2013 | 06:01 WIB

Jakarta, NU Online
Jeju merupakan pulau terbesar di Korea Selatan yang memiliki otonomi khusus. Kini aktifitas utamanya adalah wisata dan pertanian. Setelah menjadi anggota salah satu tujuh keajaiban alam dunia bersama Komodo di Indonesia, pemerintah Jeju sangat aktif mempromosikannya untuk menarik turis datang ke pulau ini.
<>
Sejak dahulu, tempat ini sudah dikenal sebagai pulau untuk bulan madu bagi warga Korea. Pada tahun 1970-an hanya ada satu penerbangan dari Seoul ke Jeju, kini setiap tahunnya, pulau ini dipadati oleh 10.5 juta turis, padahal penduduknya hanya 500 ribu jiwa. Pengelolaan tempat wisata secara profesional membuat wisatawan merasa nyaman dan puas dengan.

Dari bandara Gimpo, kami menggunakan pesawat Korean Air dengan waktu tempuh sekitar 1 jam penerbangan. Saya lihat tiketnya berharga 53.000 won. 1 won sekitar 10-11 rupiah, jadi kalau di rupiahkan harga tiket sekitar 550.000-600.000, sama dengan Indonesia, harga tersebut standar untuk penerbangan selama satu jam. Yang kami suka di bandara Korea, baik Incheon, Gimpo, atau Jeju, proses pengambilan bagasi sangat cepat. Begitu kami turun dari pesawat, hanya beberapa menit menunggu di tempat pengambilan bagasi, tas-tas bagasi sudah mulai muncul. Ini merupakan bagian dari tradisi kerja keras dan selalu ingin cepat orang Korea.

Satu masalah yang kami hadapi di Korea adalah urusan toilet. Di bandara, hotel, atau tempat rekreasi, toilet selalu menggunakan sensor elektronik. Begitu selesai kencing, beberapa detik kemudian air akan mengucur membersihkan tempat buang air. Orang Indonesia yang terbiasa “cebok” agak susah dengan gaya toilet canggih ini. Akhirnya, kebiasaan kami ketika di toilet, yang semakin sering dari biasanya karena udara yang dingin, terpaksa geser kiri-geser kanan atau mundur dulu agar air mengucur dan kami bisa menampung sedikit air di tangan untuk “cebok.” Untuk temen-teman perempuan, mereka kemana-mana bahkan harus membawa botol aqua kosong kalau sedang di toilet. Secara berseloroh, kami menyebut toiletnya “ngak Islami”. Orang Indonesia dari kecil diajarkan membersihkan kelaminnya setelah kencing.

Kami terbang dari Gimpo pukul 12.30 waktu setempat dan tiba di Jeju satu jam kemudian. Selama di pesawat kami gunakan untuk sedikit terlelap menghilangkan kepenatan akibat perjalanan panjang. Begitu turun, kami kembali segar. 

Selamat datang Jeju, acara jalan-jalan dimulai. Dengan menggunakan bis, tujuan pertama adalah batu kepala naga yang dalam bahasa Korea dikenal dengan nama Yongduam (yong=naga), yang lokasinya tak jauh dari Bandara, kira-kira hanya memerlukan waktu 10 menit dari bandara. 

Legenda menyatakan bahwa kurir raja naga dikirim ke Gunung Halla untuk mengumpulkan bulloch'o (herbal terkenal untuk memberikan hidup yang kekal). Utusan tersebut tewas oleh panah dari dewa gunung yang marah. Bagian tubuhnya tenggelam ke dalam air sementara kepala tetap di atas air ketika berusaha untuk kembali ke langit. Kalau menurut pendekatan ilmiah, batu berbentuk kepala naga ini merupakan hasil erupsi gunung berapi jutaan tahun lalu.

Masuk ke lokasi ini tidak di pungut tiket. Disini, kami belajar tentang tradisi dan kepercayaan orang Jeju. Banyak sekali rombongan wisatawan yang datang, terlihat dari seragam yang mereka kenakan. Tampaknya ada tradisi berwisata dengan baju seragam di Korea, beda dengan di Indonesia yang lebih memilih baju santai.

Kami hanya sebentar di lokasi ini, foto-foto. Saya sempat mengambil gambar Kiai Masdar, Prof Suwito, dan Prof Bambang Pranowo dengan latar belakang pantai dan gedung-gedung tinggi di seberangnya.

Kami selanjutnya bergerak ke Jalan Berhantu atau dalam bahasa lokal disebut Dokkaebi yang terletak di sebuah bukit di kaki gunung. Saya langsung terbayang Jabal Magnet di Arab Saudi yang katanya, karena tarikat magnet, mobil bisa jalan sendiri ke atas, melawan gravitasi. Jalan ini terkenal mulai tahun 1980-an ketika seorang sopir taksi mengantarkan satu pasangan yang sedang berbulan madu. Mereka berhenti di lokasi tersebut untuk foto-foto, tiba-tiba, mobil yang diparkir jalan sendiri, bukannya turun ke bawah, tapi malah naik ke atas dan mereka mengira ada hantu yang mengusiknya. Cerita tersebut akhirnya tersebar dari mulut ke mulut dan semakin banyak orang mencoba keajaiban tersebut. Karena semakin banyaknya orang mencoba, jalanan jadi macet dan pemerintah membuat jalan baru. 

Pada titik yang ditentukan, sopir bis mematikan mesin, dan ajaib, bis seperti bergerak naik ke atas, pelan, pelan dan semakin lama semakin kencang sampai akhirnya sopir menghidupkan lagi mesinnya. Kami tidak ada yang turun dari bis untuk lokasi ini. 

Bagaimana fenomena sesungguhnya dari kejadian ini. Sebenarnya, jalanan tersebut tidak menanjak, tetapi karena sekeliling jalan tersebut merupakan perbukitan, maka terjadi ilusi optik, seolah-olah jalan tersebut naik. 

Kini tujuan selanjutnya adalah Sumokwon Theme Park yang didalamnya terdapat museum es, pertunjukan film lima dimensi.

Dengan tiket seharga 7.000 won atau USD 7, kami bisa masuk museum yang didalamnya dipenuhi dengan patung-patung yang dibuat dari es. Sebelum masuk, petugas memberi selimut. Begitu masuk dalam ruangan, patung-patung indah terpahat dari es. Bagi kami yang berasal dari daerah tropis, destinasi ini sangat menarik. Hanya dalam beberapa menit, tubuh sudah menggigil kedinginan. Untung saja sebelum berangkat, kami sudah siap dengan pakaian tebal dan kaos tangan, bisa sedikit membantu. Tangan terasa beku, sudah tidak bisa merasakan lagi sentuhan. Tapi, kesempatan ini tidak kami sia-siakan, semuanya segera jeprat-jepret memilih lokasi terbaik, bergaya dengan posisi terindah untuk kenang kenangan atau narsis-narsisan di media sosial. Ada yang dibentuk seperti gua dengan stalaktitnya yang runcing-runcing, seolah-olah akan patah dan menusuk, ngeri juga membayangkannya bagaimana kalau benar-benar patah esnya. Ada pula patung beruang dan patung tradisional Jeju, tapi yang paling menarik adalah berfoto di depan iglo, rumah dari salju berbentuk kubah khas orang Eskimo yang selama ini hanya bisa dilihat di foto dan video saja. Kami antri bergaya di depan pintu masuk berbentuk lengkung yang diatasnya dibuat patung beruang. profesor dan kiai juga turut ambil angle terbaiknya. 

Untuk masuk harus sedikit merunduk. Saya masuk di dalam iglo tersebut dan didalamnya, tidak menjadi lebih dingin seperti bayangan saya semula. Didalamnya ada kursi dan ranjang yang terbuat dari es, kami bisa bergaya didalamnya, berfoto-foto sambil tiduran diatas es, he he he,… dingiiiin.

Dalam museum, juga ada luncur-luncuran dari es. Beberapa anggota rombongan pun meluncur dari atas, sambil menjerit-jerit kecil sambil ketawa cekikikan diatas luncuran yang dingin, sementara kawan kami yang dibawah diminta mengambil fotonya. Yah, kami kembali ke masa kecil yang mengasyikkan.

Kami selanjutnya pindah ke lantai dua, untuk menyaksikan pertunjukan film lima dimensi, tentu saja dengan menggunakan kacamata khusus. Untuk nonton pertunjukan, tiketnya berharga 5.000 won atau USD 5.

Ruangan berbentuk melingkar dan ditangahnya kami duduk di bangku-bangku yang telah disediakan. Begitu lampu dimatikan, dunia bawah lain seolah-olah muncul di depan mata dengan ikan yang berseliweran. Inilah hasil teknologi dan kreatifitas manusia yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, melampaui imajinasi.

Sebenarnya masih ada satu wahana lagi di lantai atas untuk berfoto-foto ria dengan background 3 dimensi, seolah olah kami  sedang surfing, terkena seruduk banteng, ditengah-tengah panasnya lava, dan lainnya. Sayang, waktu sudah mepet karena ada jadual pertemuan dengan Jeju Tourism Organization (JTO).

Kami disambut oleh Jinki Hwang, Overseas Promotion Assistant Manager yang mempromosikan Jeju sebagai destinasi yang layak untuk dikunjungi. CNN menasbihkan Jeju sebagai Asia’s new best weekend gateway dengan julukan “Hawaii of Korea”. UNESCO menempatkan Jeju sebagai biosphere reserver (2002) World Natural Heritage (2007) dan Global Geoparks (2010). 

Jeju juga sudah mulai membangun infrastruktur untuk wisatawan Muslim seperti layanan hotel untuk ruangan sholat dan penentuan arah kiblat serta makanan halal. Disini, sudah ada Cabang Federasi Muslim Korea, yang dipimpin oleh Shaikh Hji Bashir Kim Dae Yong, lulusan fakultas syariah Universitas Qatar.

Jumlah kunjungan turis dari Indonesia ke Jeju juga semakin meningkat. Tahun 2012, terdapat hampir 150 ribu turis ke Korea dan sekitar 24 ribu atau 15.9 persen berkunjung ke Jeju, meningkat dari tahun 2011 yang hanya 10.1 persen dan 2010 yang hanya 3.9 persen.

Kami sholat jamak dan qashar di sini seusai acara dengan memindah-mindahkan meja dan kursi yang sebelumnya digunakan untuk presentasi. Di ruangan tersebut sudah disediakan beberapa sajadah, Qur’an dan kompas kiblat. Kiai Masdar memimpin sholat jamaah ini.

Acara yang ditunggu-tunggu pun tiba. Setelah seharian capek bermain-main dengan di berbagai wahana, kini waktunya makan malam. JTO menjamu kami di Shangri La seafood buffet Jungmun Marine Park Pacific Land, sebuah restoran yang sangat populer di kawasan tersebut. Jungmun merupakan kawasan resort dan hotel terbaik di Jeju, seperti di Nusa Dua Bali. Disini juga dibangun sebuah convention center untuk menggelar berbagai acara besar.

Disini benar-benar makan besar, berbagai jenis makanan laut terhidang. Ada berbagai jenis sushi, makanan Jepang, biasanya daging ikan salmon yang diletakkan diatas kepalan kecil nasi yang dimakan sekali telan. Selain itu ada kerang, ikan, kepiting yang cukup besar juga udang yang merupakan hasil lain Jeju. Kami mencobanya sedikit-sedikit, menikmati petualangan rasa setelah sebelumnya menjalani petualangan fisik selama seharian. Harganya sih cukup menguras kantong rata-rata orang Indonesia, sekitar 500 ribu rupiah per kepala. 

Setelah kenyang menikmati hidangan yang lezat, kini waktunya merebahkan tubuh. Kami menginap di The Suite Hotel, salah satu hotel terbaik di Jungmun, yang nyaman untuk istirahat. Kami menyiapkan energi untuk petualangan esok hari. (mukafi niam)