Internasional

Israel Berencana Bagi Dua Komplek Masjidil Aqsa

NU Online  ·  Rabu, 6 November 2013 | 10:30 WIB

Kairo, NU Online
Sebuah sesi sidang parlemen Israel atau Knesset yang mendiskusikan sebuah proposal UU untuk membagi Masjidil Aqsa di Al-Quds atau Kota Yerussalem antara pengunjung Muslim dan Yahudi telah menimbulkan perdebatan mulut antara anggota parlemen Arab dan Yahudi dengan saling mencerca dan menunjuk tangan.
<>
“Tidak ada Temple Mount (bukit bait Allah/haram al syarief). Yang ada hanya Masjidil Aqsa, saya tidak melihat Temple Mount, ini sesuatu yang virtual,” teriak MK Jamal Zehlaqa selama komite Knesset untuk kementerian Dalam Negeri, seperti dilaporkan oleh Jerusalem Post dan dikutip onislam.net.

Menurut laporan media, sesi ini dimaksudkan untuk mendiskusikan sebuah UU baru yang memungkinkan Yahudi berkunjung dan berdoa di dalam masjid Al Aqsa dalam Al-Quds atau kota Yerussalem.

Di awal pertemuan, Wakil Menteri Pelayanan Agama Eli Ben-Dahan mengatakan bahwa dia telah meminta Kepala Rabi Israel untuk menguji kemungkinan mengizinkan orang Yahudi berdoa dalam Masjid Al Aqsa. 

Komenter Ben-Dahan ini memicu ketegangan dengan anggota parlemen Arab, yang meneriakinya: “Anda mewakili siapa, Habayit Hayehudi atau pemerintah Israel?"

Persoalan Kota Yerussalem merupakan jantung konflik Arab-Israel.

Israel menduduki kota suci ini pada perang 1967 dan kemudian mencaploknya dalam sebuah tindakan yang tidak diakui oleh komunitas internasional atau resolusi PBB.

Kota Yerussalem merupakan tempat Al-Haram Al-Sharif, yang meliputi tempat suci ketiga umat Islam, masjidil Aqsa.

Orang Yahudi mengklaim bahwa Kuil Sulaiman berada di bawah tempat suci Muslim tersebut dan menginginkan menghancurkan tempat tersebut untuk membangun kuil itu.

Kompleks Al-Aqsa dikontrol oleh otoritas Islam yang dikenal sebagai Waqf, yang mengizinkan orang Yahudi masuk hanya melewati satu pintu, yaitu pintu Mughrabi, dimana polisi Israel mengawasi para pengunjung.

Selama beberapa minggu terakhir, sejumlah politisi dan rabi Yahudi mengunjungi kompleks masjid Al Aqsa ini.

Anggota parlemen mengingatkan mengizinkan orang Yahudi berdoa dalam kompleks tersebut dapat memicu gerakan intifada ketiga atau perlawanan orang Palestina.
 
“Anda bermain dengan api dan memulai sebuah neraka,” kata Zehlaqa seperti dikutip oleh Jerusalem Post.

“Saya tidak mengancam siapapun, saya hanya mengatakan apa yang bakal terjadi,” 

Statistik dari kepolisian Israel menunjukkan pengunjung Yahudi pada 2011 berjumlah 8,247 naik dari 5,792 pada 2010, kemudian menurun lagi pada akhir tahun lalu.
 Tahun ini, angka tersebut akan melampaui pencapaian 2011, dimana pada Juli, sudah 5,609 orang Israel berkunjung.

Pada 2000, sebuah kunjungan oleh Ariel Sharon, dan kemudian pemimpin oposisi Israel, yang dikawal oleh 1,000 polisi memicu intifada, yang berlangsung selama beberapa tahun.

Sebelumnya pada Senin, Mufti Yerusalem Mohamed Hussein mengingatkan bahwa UU ini akan memicu ketegangan baru antara Muslim dengan Yahudi. 

"Orang Israel ingin mengusir Muslim dari Masjid Al Aqsa dan membangun Temple Mount," kata Hussein pada Anadolu Agency, Senin.

"Kami akan berdiri menentang tindakan tersebut, yang bertujuan membagi Masjidil Aqsa dengan halamannya,” kata Hussein.

"Ini merupakan tempat suci Muslim, orang Yahudi tidak berhak berdoa disana.”

Nasser al-Rayes, seorang peneliti untuk lembaga HAM Al-Haq, mengatakan UU ini merupakan upaya Israel untuk memperketat kontrol atas Kota Yerussalem yang didudukinya.

"Dengan rancangan UU ini, Israel berusaha mengimplementasikan skema penguasaan kota suci ini secara penuh,” katanya.

"Pendudukan Israel membagi tepi barat dalam beberapa wilayah dan memutus dari lingkungan Arab di sekitarnya,” kata Rayes.

"Israel telah mengelilingi kota Yerussalem dengan pemukiman Yahudi. Sejumlah 1,900 unit hunian baru akan dibangun di Kota Yerussalem sampai akhir 2014,” tambahnya. (mukafi niam)