Internasional JURNAL DAI RAMADHAN

Di Milan Tiap Minggu Rutin Ngaji Diniyah

Kam, 22 Juni 2017 | 06:04 WIB

Milan merupakan kota yang ramai penduduknya. Kota itu terlihat rapi. Banyak pelajar Indonesia yang mengambil S2 dan S3 di sini. Dibandingkan dengan Roma, jumlah pelajar Indonesia di Milan lebih banyak, hampir 10 kali lipatnya. Menurut Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Anas, di Roma jumlah pelajar Indonesia ada dua puluh orang.

Sekilas tentang diaspora di Milan keadaannya kurang lebih sama seperti di Roma. Banyak yang pekerja informal; beberapa karena pernikahan campur dengan penduduk asli Italia. Rata-rata mereka tinggal di Milan sudah terhitung belasan sampai dengan 25 tahunan. Anak-anak mereka lahir dan besar di Milan, karenanya ada beberapa yang tidak lancar berbahasa Indonesia.

Beberapa di antara diaspora ada yang sempat jauh dari menjalankan Islam. Sebagian sudah mendapat hidayah dan sering datang ke pengajian.

“Di Milan setiap minggu rutin pengajian keagamaan (diniyah). Dan pada jeda setiap 2 atau 3 bulan sekali ada kajian dengan mendatangkan ustadz, yang biasanya berdomisili di Belanda,” jelas Agie Priakbar, Ketua PPI untuk Italia.

Mahasiswa Indonesia di Milan rata-rata menyewa kos dengan harga 375 Euro per bulan. Itu sudah yang paling murah, karena untung-untungan juga mendapatkan kosan untuk mahasiswa. Jika mencari pakai website biasanya mahal. Tetapi kalau mencari langsung dapat murah, meskipun agak jauh. Masyarakat Indonesia di Milan juga berasal dari banyak suku, dengan suku Sunda menjadi jumlah terbanyak.

Hari Sabtu (17/6), saya beserta rombongan KBRI Roma dan Ibu Esti Andayani, Duta Besar Republik Indonesia—menuju Milan untuk mengikuti acara berbuka puasa bersama diaspora Indonesia. Perjalanan dari Roma ke Milan ditempuh sekitar tujuh jam. Diaspora Indonesia cukup banyak di sini, sekitar 300 orang. Mahasiswa yang tergabung dalam PPI sekitar 150 orang. Dari jumlah itu mahasiswa muslim sekitar 100 orang.

“Sebagian besar masyarakat Indonesia yang bekerja di Milan bekerja di bidang manufaktur. Ada juga yang usaha restoran pizza ala Italia,” kata Ahmad Basshofi, mahasiswa asal Bojonegoro  yang sedang menempuh S3. Basshofi mengambil Jurusan Teknik Sipil di Politekniko Milano, Milan. Ia peraih beasiswa LPDP. Sebelum di Milan, Ahmad Basshofi sudah menyelesaikan S2 di Ecol Perancis. Sementara ijazah S1 ia raih di ITS Surabaya.

Buka puasa bersama diaspora dihadiri oleh seluruh diaspora dan mahasiswa. Komunitas Muslim Indonesia Milano (KMIM), sebagai penyelenggara mengundang seluruh diaspora yang ada di Milan beserta para tokoh agama dari gereja Mauseron dan organisasi Islam Eropa di Milan. Dubes Esti Andayani memberikan sambutan dan sangat mendukung acara tersebut. 

“Karena ini dapat memupuk persaudaraan dan keharmonisan, hablun minallah wa hablun minannas,” katanya.
Acara berbuka puasa diaspora di Milan dihadiri lebih dari 200 orang. Hadirin tampak khidmat saat menyanyikan lagu ‘Indonesia Raya’.

Acara lalu diisi dengan pembacaan Al-Qur'an oleh Bu Mulyana dan saritilawah oleh Al-Khansah. Ia mebawakan Surat Al-Qadr dan Al-Baqarah ayat 185, sesuai dengan tema ‘Lailatul Qadar menjadikan pribadi terlahir kembali’. 

Pak Agung Pramudya sebagai pembina KMIM menyebutkan, Italia merupakan urutan ketujuh dengan penduduk Islam terbanyak di Eropa. Diaspora Indonesia di Milan multi etnis, ada yang melakukan perkawinan campur, bercampur dengan agama dan tetap menjalankan keyakinan masing-masing. Di sekolah kurang sekali pelajaran agama.
 
“Oleh karena itu, diaspora membentuk organisasi KMIM Al-Ikhlas. Dengan harapan ikhlas lillahi taala. Melakukan kebaikan tanpa pamrih. KMIM juga dijadikan sebagai sarana silaturrahmi, digiatkan TPQ pada minggu pertama dan minggu ketiga,” terang Pak Agung.

Termasuk dalam program KMIM adalah melakukan bimbingan dan pendampingan haji dan umroh. Tercatat sudah 15 diaspora Indonesia jamaah umroh berangkat bekerjasama dengan travel Magazi Tour.
 
Teguh Imam Burhanuddin menjelaskan cikal bakal terbentuknya KMIM yang baru diresmikan oleh August Parengkuan di Milan 17 Juli 2016. Acara ini juga dihadiri oleh Organisasi Koordinasi Muslim Eropa. Anggotanya berasal dari berbagai macam negara, jumlahnya sudah mencapai lebih dari 100 ribu orang.

Kedatangan KBRI ke Milan menambah ramainya acara dengan warung konsuler. Biasanya dilakukan dua kali dalam setahun untuk mempermudah urusan diaspora Indonesia tentang perpanjang pasport dan lain-lain.
 
Sosialisasi kekonsuleran dilakukan pada tanggal 18 Juni 2017, mengupas tidak hanya masalah lapor diri dan pergantian pasport, tetapi juga legalisir dokumen, urusan SIM, perkawinan WNI dan WNA, tempat pembuatan affidavit bagi anak dari perkawinan campur WNI dan WNA, pembuatan surat bukti nikah kelahiran, rekomendasi nikah di Italia, WNI overstay atau documented, kehilangan status kewarganegaraan.

Acara yang digelar di Milan ini, disamping menambah akrab persatuan dan persaudaraan, jug mudah-mudahan dapat menjadi wahana menjaring lailatul qadar. Malam yang lebih baik dari seribu bulan. Karena acara ini pun juga termasuk dari bagian ibadah, ini juga kebaikan. Amin.

Khumaini Rosadi, Dai Ambassador Cordofa 2017, anggota anggota Tim Inti Dai Internasional dan Media (TIDIM) Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU).