Internasional

Cara Anak-anak Yaman Mengakses Pendidikan di Tengah Perang

Ahad, 4 November 2018 | 10:30 WIB

Cara Anak-anak Yaman Mengakses Pendidikan di Tengah Perang

Foto: Anees Mahyoub/Reuters

Taiz, NU Online
Yaman didera perang saudara sejak 2014 silam. Sejak saat itu, kehidupan di Yaman menjadi kacau balau. Ribuan orang meninggal. Jutaan orang meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi. Puluhan juta lainnya tengah menghadapi kelaparan. 

Tidak hanya itu, berbagai macam fasilitas umum juga rusak. Diantaranya rumah sakit, bandara, pelabuhan, pasar, hingga sekolah. Semuanya hancur. Meski demikian, hal itu tidak membuat warga Yaman berhenti untuk melakukan aktivitas sehari-harinya. Termasuk anak-anak Yaman yang terus belajar meski sekolah-sekolahnya hancur.

Seorang guru Yaman Adel al-Shorbagy mengubah rumahnya di kota Taiz menjadi ‘sekolah dadakan’ bagi ratusan anak Yaman korban perang. Setiap harinya, sekitar 700 anak Yaman datang ke rumah al-Shorbagy untuk belajar dan memastikan proses belajar mengajar masih terus berlangsung.

Pada saat perang saudara pecah, sebagian gedung sekolah di kota tersebut hancur dan sebagiannya lainnya ditutup. Hal itu membuat al-Shorbagy tidak bisa mengirim anak-anaknya untuk menimba ilmu di sekolah. Sejak saat itu, ia menjadikan rumahnya sebagai sekolah dengan bantuan pemerintahan setempat. 

Pada tahun pertama, ada sekitar 500 anak-anak Yaman –baik laki-laki maupun perempuan- yang berusia antara enam hingga 15 tahun yang mendaftar untuk sekolah di rumah al-Shorbagy.

“Kami membuka gedung ini sebagai inisiatif masyarakat. Itu adalah tugas nasional dan kemanusiaan saya terhadap lingkungan saya,” kata al-Shorbagy, dikutip lama Reuters, Ahad (30/10).

Fasilitas yang ada di dalam rumah al-Shorbagy begitu sederhana. Dinding dari bata, jendela lebar, papan tulis kecil, dan tirai robek untuk membagi ruang kelas satu dengan lainnya. Ruangannya pun sempit untuk menampung semua sekitar 700 anak. Bahkan hampir tidak ada ruang untuk bergerak.

Meski demikian, anak-anak Yaman yang belajar di rumah al-Shorbagy begitu antusias. Mereka semangat belajar. Berbagi buku dengan yang lainnya. Dan mengikuti dengan serius materi yang disampaikan guru. 

Total, ada 16 guru sukarelawan yang mengajar di rumah al-Shorbagy. Untuk kurikulum, al-Shorbagy mengikuti kurikulum Yaman sebelum perang. Sehingga ia juga menyelenggarakan kelas matematika, sains, dan bahasa Inggris.

Menurut laporan UNESCO, ada sekitar 2.500 sekolah yang rusak dan hancur semenjak perang saudara di Yaman meletus. Akibatnya, sedikitnya dua juta anak Yaman putus sekolah. Kondisi itu membuat orang tua yang menginginkan agar anaknya tetap sekolah berbondong-bondong untuk mendaftar di sekolah al-Shorbagy.

Selain di sekolah al-Shorbagy, sebetulnya ada satu pilihan lainnya. Yakni di sekolah swasta. Namun itu berat bagi sebagian besar orang tua anak-anak Yaman karena biayanya yang begitu mahal, mencapai 100.000 riyal Yaman ($ 400). (Red: Muchlishon)