Internasional

Berpuasa di Jerman hingga 18 Jam, Sementara Aktivitas Padat

NU Online  ·  Rabu, 15 Mei 2019 | 13:30 WIB

Berpuasa di Jerman hingga 18 Jam, Sementara Aktivitas Padat

Mirza dan sahabat-sahabatnya di Jerman

Jakarta, NU Online
Musim panas adalah kali pertama Mirza menjalani puasa di ibukota Jerman, Berlin, sekitar lima tahun lalu, 2014. Malam yang pendek dan siang yang panjang dengan suhu panasnya tentu memberikan bayangan bakal lemas dalam menjalani puasa perdananya itu. Ia harus menjalani puasa selama 18 jam.

“Bayangan saya pertama kali adalah betapa lemasnya nanti selama beraktivitas seharian karena interval waktu makan dan tidur yang begitu pendek, juga matahari yang begitu terik di pertengahan tahun membuat saya takut kena dehidrasi,” kata pria yang bernama lengkap Mochammad Mirza Ilham Tontowi, kepada NU Online pada Rabu (15/5).

Namun, hal tersebut hanya bayangan kekhawatirannya belaka. Meski panas, udara di Jerman cenderung kering dan tidak lembab, sehingga tidak mudah berkeringat. Bahkan kesibukannya beraktivitas juga membuat lama puasa tidak terasa.

“Aktivitas yang padat membuat hari menjadi tidak begitu terasa panjang sehingga rasa lapar menjadi tidak begitu terasa,” kata pria asal Mojokerto, Jawa Timur itu.

Meskipun demikian, ia juga harus bersiasat agar kondisinya tetap stabil dan kuat menjalankan rukun Islam keempat itu mengingat aktivitasnya di kampusnya, Technische Universitat Berlin, yang cukup padat, dari pukul 08.00 hingga 16.00 sore. Ia sangat memperhatikan nutrisi karena durasi puasa yang panjang menuntut kita untuk meningkatkan ketahanan tubuh. 

“Makan banyak protein dan serat, karena proses pemecahannya menjadi energi dalam tubuh sangat lambat, sehingga memberikan rasa kenyang yang tahan lama. Tidak lupa untuk well hydrated, alias mengkonsumsi cairan yang cukup,” kata pria jurusan Engineering Physics itu.

Di samping itu, Mirza juga menghindari processed und junk food seperti kripik dan kentang goreng karena selain nutrisinya sedikit, juga membuat cepat lapar. Ia pun menghindari makanan dengan kadar gula dan garam yang tinggi. 

“Gula cepat dipecah jadi energi tapi tidak tahan kenyang, dan garam membuat lebih cepat haus. Tidak lupa untuk well hydrated, alias mengkonsumsi cairan yang cukup,” ucapnya.

Mirza mengaku kerap berbuka di Masjid Indonesia, Indonesische Wisheit Und Kultur Zentrum, Perleberger Str. 61, 10559 Berlin, yang terletak 4,3 km dari Technische Universitat Berlin, kampus tempatnya berstudi. Baru selepas itu, ia pulang ke tempat tinggalnya yang terletak di Berlin Timur sekitar pukul 10 sampai 11 malam. (Syakir NF/Abdullah Alawi)