Internasional

Benarkah Sebelas Pangeran Ditangkap Karena Korupsi?

NU Online  ·  Rabu, 8 November 2017 | 11:00 WIB

Depok, NU Online
Sebelas pangeran, empat menteri aktif, dan puluhan mantan menteri Arab Saudi ditangkap karena dugaan korupsi pada Sabtu lalu (4/11). Benarkan elit kerajaan tersebut ditangkap karena kasus tindak pidana korupsi murni atau ada muatan politis dan sesuatu di baliknya.

Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (UI) Abdul Mutaali menilai, apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Salman sebagai ketua lembaga anti korupsi sulit ditepis  dari motif politis. Terlepas dari itu, ia mengapresiasi upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh sang putera mahkota.

Menurut Mutaali, setidaknya ada tiga hal mengapa penangkapan elit kerajaan tersebut tidak bisa lepas dari muatan politis. Pertama, biasanya raja-raja Arab Saudi diangkat pada usia senja atau uzur. Tetapi sebagai putera mahkota, usia Muhammad bin Salman saat ini baru dua puluh tiga tahun. 

“Dia (Muhammad bin Salman) ingin unjuk kekuatan di hadapan keluarganya, masyarakat Saudi, dan dunia internasional,” kata Mutaali di Depok, Selasa (7/11).

Dengan menangkap elit-elit kerajaan, Muhammad bin Salman ingin menunjukkan bahwa dia tidak bisa dianggap remeh. Salah dua diantara yang ditangkap adalah dua orang kuat di Arab Saudi yaitu Alwaleed bin Talal, orang terkaya di kerajaan, dan Mit’ab bin Abdullah, panglima TNI merangkap Menteri Pertahanan-nya Arab Saudi.

Mengutip berita dari salah satu kantor berita Rusia, Mutaali menyebut bahwa Mit’ab bin Abdullah akan melakukan kudeta. Maka dari itu, Muhammad bin Salman menangkapnya dengan tuduhan tindak pidana korupsi. 

“Mungkin isu yang dijual ke publik adalah tindak pidana korupsi tetapi apa yang terjadi di internal adalah kudeta,” terangnya.  

Kedua, Kedua, jika Raja Salman mangkat, Muhammad bin Salman akan jadi raja. Namun demikian, generasi kedua dari keluarga Saudi atau pamannya Muhammad bin Salman masih ada. Oleh sebab itu, Mutaali menilai apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Salman tidak bisa ditepis adalah bersifat politis.

“Saudi akan masuk sejarah baru, bukan anak yang memimpin tetapi cucu. Ini akan melahirkan dinamika yang luar biasa,” urainya.

Terakhir, terjadi de-Abdullahi-sasi. Mutaali mengatakan, apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Salman ini adalah upaya untuk menghabisi kerurunan Abdullah yaitu Mit’ab, Turki, dan Iyas bin Abdullah.   

“Biasanya yang menjadi raja adalah anak-anak yang berasal dari ibu Sudairi. Abdullah itu bukan berasal dari Sudairi. Abdullah menjadi tempat berkumpulnya koalisi non-Sudairi,” katanya. (Muchlishon Rochmat)